Jakarta, Gatra.com - Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati mengatakan penyebutan makar di dalam kitab UU aslinya memiliki arti adanya upaya serangan yang dilakukan.
Ia menyebut manakala tidak ada upaya penyerangan yang dilakukan, maka itu sama sekali bukan makar.
"Definisi dalam kitab UU warisan Belanda mengenai makar adalah adanya upaya serangan untuk menggulingkan pemerintah, bila tidak ada namanya bukanlah makar," ujar Asfinawati saat ditemui di Gedung YLBHI seusai jumpa pers, di Jakarta, Selasa (14/5).
Asfinawati menuturkan penggunaan pasal makar ini memiliki dimensi yang berat sebab harus dibuktikan adanya upaya atau percobaan untuk penggulingan pemerintah.
Asfinawati mengatakan 'percobaan' pun memiliki definisi tersendiri dan hal tersebut juga harus dibuktikan dengan adanya persiapan senjata.
Baca Juga: Kivlan Zen: Apa Buktinya Saya Makar, Masa Bicara Saja Nggak Boleh
"Kalau di negara ini memang ada pelanggaran hukum, gunakan pasal yang sesuai dan tidak langsung dengan pasal makar. Makar ini dimensinya berat dan tidak sembarangan digunakan sebab yang dihancurkan adalah hukum itu sendiri," ujarnya.