Jakarta, Gatra.com - Terdakwa kasus penyebaran berita bohong atau hoaks, Ratna Sarumpaet dicecar berbagai pertanyaan oleh Majelis Hakim dalam sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan terdakwa dan barang bukti. Hakim Ketua Joni bertanya alasan mengapa Ratna tidak memilih jujur saja telah melakukan operasi plastik sedot lemak kepada orang terdekatnya.
"Kenapa enggak bilang saja operasi?" tanya Hakim Ketua Joni di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Selasa (14/5).
Baca Juga: Ratna Sarumpaet Akui Alasan Dipukul Lebih Masuk Akal Ketika Wajahnya Lebam
Namun, Ratna tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut dan hanya terdiam. Aktivis perempuan itu menjawab pendek. "Harusnya seperti itu," ujar Ratna.
Hakim Ketua Joni kembali bertanya alasan Ratna. "Memangnya operasi diharamkan? Kan bukan tindakan ilegal," tanya Hakim Joni.
Ratna lagi-lagi hanya terdiam dan tidak bisa menjawab pertanyaan yang diajukan. Setelah itu, Hakim Ketua Joni kembali melayangkan pertanyaan kepada Ratna untuk menegaskan alasan Ratna berbohong dan mengaku dianiaya.
"Mungkin karena saya panik aja," jawab Ratna.
Baca Juga: Ratna Sarumpaet Sudah 4 Kali Operasi Plastik
Kemudian Hakim Joni mengulang pertanyaanya lagi. "M emang operasi diharamkan? Enggak kan? Kenapa saudara katakan harus penganiayaan?" tanya Hakim Ketua Joni.
Mendengar pertanyaan yang sama dengan sebelumnya, Ratna kembali terdiam dan menggelengkan kepalanya. Ia kembali mengaku tidak tahu alasannya berbohong.
"Saya enggak tahu apa sebab saya memutuskan, kenapa saya harus cari alasan?" ujar Ratna di muka sidang.
Baca Juga: Pasca Operasi, Ratna Kaget Lihat Wajahnya Sendiri
Seperti diketahui, Ratna Sarumpaet sebelumnya mengklaim telah dianiaya oleh dua orang lelaki hingga wajahnya lebam pada Oktober 2018. Setelah dilakukan penyelidikan di Polda Metro Jaya, ternyata penyebab wajah babak belur yang dialami Ratna bukan dianiaya melainkan imbas setelah melakukan operasi sedot lemak.
Akibat kebohongannya itu, Ratna dijerat Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 28 juncto Pasal 45 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).