Jakarta, Gatra.com - Sidang uji materi UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, Senin (13/5), di Mahkamah Konstitusi (MK) menghadirkan sejumlah saksi ahli. Salah satu saksi adalah pakar hukum perdata Universitas Indonesia Akhmad Budi Cahyono.
Menurut Akhmad, jaminan fidusia merupakan jaminan khusus kebendaan mengikat antara kreditur dan debitur sejak jaman Belanda. Jaminan ini khusus kebendaan yang memberikan penerima jaminan dalam hal ini kreditur lebih diutamakan (preferent).
“Jaminan khusus kebendaan, debitur telah mengikatkan diri dengan kreditur untuk memberikan jaminan secara khusus kepada kreditur berupa benda yang dimiliki debitur guna menjamin kewajiban debitur sesuai dengan perjanjian pokoknya jika debitur wanprestasi,” kata Akhmad.
Kemudahan eksekusi jaminan fidusia untuk memberikan keyakinan dan kepastian hukum bagi kreditur bahwa debitur akan memenuhi kewajibannya. Tanpa ini, kreditur enggan memberikan dananya dalam bentuk pinjaman kepada debitur.
Hal serupa disampaikan ahli hukum perdata dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Aria Suyudi. UU 42 Tahun 1999 memberikan kemudahan bagi kreditur melakukan eksekusi ketika kreditur melakukan cedera janji.
“Bila terjadi cidera janji, berdasarkan Pasal 15 ayat 3 kreditur diperkenankan atas kekuasaannya sendiri untuk melakukan penjualan atas benda jaminan. Hal ini dapat pahami karena benda bergerak memiliki sifat yang mudah dipindah tangankan dan mudah dipisah atau ganti,” ungkapnya.
Terkait dengan eksekusi pada jaminan fidusia, Aria menambahkan eksekusi tanpa melalui pengadilan merupakan praktek terbaik di dunia internasional. Salah satu contohnya di Australia eksekusi jaminan bisa dilakukan serta merta oleh kreditur atau wakilnya,.
"Berdasarkan Survei Easy of Doing Business (EoDB) 2019, dari 133 negara yang di survei memiliki ketentuan dalam sistem jaminan benda bergerak memungkinkan dapat dilakukan eksekusi tanpa melalui pengadilan jika debitur wanprestasi. Jumlah ini meningkat 30 persen dari Survei EoDB tahun 2010, yang ketika itu mencatat hanya 100 negara yang diketahui memiliki ketentuan eksekusi tanpa melalui pengadilan," imbuhnya.
Sidang uji materi atas UU No 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia diajukan Aprilliani Dewi dan Suri Agung Prabowo sebagai Pemohon, pada Selasa 12 Maret 2019. Sidang yang dipimpin Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna didampingi Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Enny Nurbaningsih.