Jakarta, Gatra.com - Eksponen aktivis 98, Savic Ali mengatakan distorsi demokrasi yang tengah terjadi pada negara Indonesia disebabkan oleh politisasi agama. Menurutnya demokrasi Indonesia tidak akan sehat dengan adanya politik model ini.
Ia menjelaskan orang-orang yang terpengaruh oleh politisasi agama akan berpikir dirinya tidak sederajat dengan orang lain, meskipun mereka hidup dalam lingkup negara kesatuan. Lebih lanjut, Savic menjabarkan bagaimana narasi untuk menolak pemimpin kafir beberapa tahun belakangan ini menjadi bagian dari politisasi Islam.
“Mereka menganggap tidak semua rakyat Indonesia setara. Orang non muslim tidak sama dengan mereka. Karena ada narasi jangan mau dipimpin oleh orang Kafir. Ini kan jelas distorsi yang sangat kasar,” ujarnya disela-sela diskusi publik rangkaian peringatan 21 Mei 1998 di Graha Pena 98, Kemang Utara, Jakarta Selatan pada Senin (13/5).
Selain itu, Savic menjelaskan masih terdapat oligarki orde baru. Hadir melalui pendirian partai, perusahaan dan lain-lain, serta maraknya perilaku koruptif yang tidak kalah besar menyumbangkan adanya distorsi demokrasi.
“Demokrasi tidak bisa hidup dalam masyarakat yang tidak sehat. Dia (oligarki orde baru) mendistorsi demokrasi. Dan juga ada persoalan yaitu banyaknya korupsi yang juga menyumbang distorsi demokrasi,” imbuhnya.
Savic menilai sampai sejauh ini, demokrasi secara umum berjalan dengan baik dibandingkan dengan rezim otoriter orde baru. Meskipun masih terdapat banyak permasalahan dan jauh dari sempurna.
“Demokrasi sudah sangat baik jika dibandingkan dengan era rezim orde baru yang kita tahu dipimpin oleh Soeharto. Ya walaupun masih belum sempurna karena ada distorsi demokrasi tadi,” pungkasnya.