Pekanbaru, Gatra.com - Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Keadilan Sejaterah (PKS) Riau, Hendri Munief mengaku heran saat menengok persentase suara PKS di Riau merosot.
Sebab sebelumnya kata Hendri, PKS Riau menaksir suara yang didapat akan menembus angka 20 persen. Taksiran ini pun berdasar, hasil perhitungan internal yang dilakukan PKS berdasarkan form C1 yang dikumpulkan.
Dan jika angka 20 persen itu dapat, berarti PKS lah pemenang Pileg di Riau. Ini bukan cuma diutarakan PKS sendiri, tapi juga oleh lembaga survei berbasis hitung cepat
"Hasil hitung cepat Kedai Kopi milik Hendri Satrio menyebut kalau PKS malah kebagian20,1 persen. Itu artinya, realcount kami cukup dekat dengan quick count yang dilakukan lembaga nasional," katanya kepada Gatra.com saat meninjau pleno rekapitulasi penghitungan suara tingkat Provinsi Riau, Sabtu (11/5).
Kedai Kopi bukan satu-satunya lembaga survei yang menunjukkan kalau PKS tampil sebagai pemenang di Riau berdasarkan hitung cepat. Partai Dakwah ini juga diterka menang oleh lembaga survei Indo barometer dan Saiful Muljani Riset dan Consulting (SMRC).
Tapi apa yang kemudian terjadi, Hendri terkejut lantaran hitungan tadi benar-benar jauh dari harapan, setelah dia memelototi saat pleno berjenjang yang dilakukan KPU.
"Jarak real count kita dengan hasil quic count yang dilakukan Kedai Kopi enggak sampai 1 persen. Kalau tiba-tiba merosot antara 7 hingga 8 persen (real count KPU), yang lain kemana perginya? Kalau angka merosot tadi dipakai, berarti ada satu kursi yang hilang di tingkat provinsi dan pusat," katanya kesal.
Sementara itu berdasarkan pembacaan raihan suara per kabupaten/kota di Riau, untuk kursi DPRD Riau, PKS diperkirakan cuma kebagian 7 kursi dari 65 kursi yang diperebutkan. Jumlah tersebut jauh di bawah perkiraan hitungan internal PKS yang kalau berdasarkan hitungan C1, PKS berpeluang memboyong 14 kursi.
Saat disinggung mengenai kinerja KPU Riau sebagai penyelenggara, Hendri mengaku cukup senang, tapi itu bukan berarti bahwa opsi untuk membawa sengketa ke Mahkamah Konstitusi menjadi nihil.