Jakarta, Gatra.com - Pernyataan mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), A.M Hendropriyono yang menyinggung keturunan Arab dinilai tidak melanggar hukum. Hal ini diungkapkan oleh mantan Hakim Agung Mahkamah Agung (MA), Gayus Lambuun.
Menurut Gayus, pernyataan yang diungkapkan Hendropriyono masih berada di dalam koridor hukum. Dia menyoroti ada beberapa regulasi yang berkaitan dengan pernyataan tersebut.
“Kalau kita kaitkan dengan koridor hukum, yang membatasi apakah cuitan Pak Hendro ini berkaitan dengan pelanggaran hukum. Ada 4 undang - undang yang saya amati,” kata Gayus di Jakarta, Jumat (10/5).
Pertama, Pasal 28 ayat 3 UUD 1945 yang menjamin hak setiap warga untuk mengeluarkan pendapat. Kemudian, ada Pasal 156 KUHP yang menjelaskan mengenai tindakan di depan umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau merendahkan beberapa golongan penduduk Indonesia. Gayus menegaskan, apa yang diucapkan mantan kepala BIN itu tidak mungkin dijerat pasal tersebut.
“Ini jelas bagi saya jauh dari apa yang disebutkan bahwa Hendropriyono menyebutkan apa yang sifatnya rasis, menimbulkan kebencian antar masyarakat, kemudian penghinaan,” ujar Gayus.
Selain itu, Gayus juga menilai bahwa pernyataan Hendropriyono tidak menyalahi UU No. 40 Tahun 2008 tentang Tindakan Diskriminasi Ras dan Etnis, serta UU No.19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Menurutnya, pernyataan itu merupakan bentuk edukasi kepada masyarakat untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
“Pernyataan Pak Hendropriyono sesungguhnya menggambarkan rasa keprihatinannya terhadap ulah beberapa orang yang kebetulan keturunan Arab, yang tidak sesuai dengan penilaian dan penghargaan yang umum diberikan masyarakat Indonesia terhadap keturunan Arab,” tutur Gayus.
Sebelumnya Hendropriyono telah mengeluarkan pernyataan yang memicu kontroversi tentang orang Arab. Dalam pernyataannya itu, dia mengingatkan kepada seluruh warga negara Indonesia, termasuk keturunan Arab untuk tidak memprovokasi masyarakat. Selain itu, dia juga mengingatkan beberapa tokoh seperti Rizieq Shihab dan Yusuf Martak untuk tidak meneriakkan revolusi.