Jakarta, Gatra.com - Puluhan ribu engineer minyak dan gas (migas) takut melakukan ekspansi yakni akuisisi dan eksplorasi setelah investasi yakni participating interest (IP) di Blok Basker, Mantan, dan Gummy di Australia ditarik ke ranah korupsi.
"Kalau ini dimasukkan ke ranah hukum akan menjadikan kami semakin takut untuk melakukan kegiatan-kegiatan eksplorasi ke depannya," kata Hadi Ismoyo, Wakil Ketua Umum (Ketum) Ikatan Ahli Tekni Perminyakan Indonesia (IATMI) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (10/5).
Hadi menyampaikan keterangan tersebut sebagai ahli akuisisi dan marger serta ahli reserfoar dalam sidang perkara korupsi PI 10% Blok BMG, Australia tahun 2009 yang membelit terdakwa Karen Agustiawan, mengungkapkan, akuisisi PI tersebut merupakan ranah bisnis di sektor Migas.
"Kasus yang terjadi saat ini karena persoalan-persoalan teknis yang terjadi, discovered atau dry hole atau suspend, dan sebagainya itu adalah proses binsis," ujar Hadi.
Menurutnya, ditariknya IP sebagai kasus korupsi sangat meresahkan IATMI yang beranggotakan sekitar 10.000 profesional di bidang Migas, karena takut diseret ke meja Hijau dengan dakwaan korupsi jika tidak berhasil menemukan migas.
Padahal, lanjut Hadi, bisnis di sektor Migas mempunyai risiko yang tinggi karena tingkat keberhasilannya sekitar 10:1 jika melakukan eksplorasi atau pengeboran untuk menemukan minyak.
Ketakutan tersebut juga akan mengakibatkan produksi minyak nasional menjadi turun karena para praktisi di sektor Migas enggan melakukan eksplorasi dan akuisisi yang risiko keberhasilannya sangat rendah.
"Kita membutuhkan rekan-rekan engineer petrolum di lapangan untuk lebih aktif, inovatif, untuk mencari minyak," katanya.
Jika produksi menurun, maka impor migas menjadi keniscayaan meski dampaknya sangat merugikan, bagi para engineer dan rakyat Indonesia.
"Kalau harus impor, luar biasa demage-nya bagi Indonesia. Kita juga tidak bisa memperkerjakan kawan-kawan kita, luar biasa tenaga kerja di Migas ini. Kalau ini terancam dan mereka takut lakukan sesuatu, industri migas Indonesia akan stagnan," ungkapnya.
Adapun soal akusisi PI 10% Blok BMG oleh Pertamina dari ROC, Hadi menyampaikan, terhentinya operasi sumur minyak di BMG bukan indikator untuk menyatakan investasi tersebut merugi. Pasalnya, meskipun sudah dilakukan sesuai prosedur, tidak ada yang bisa menjamin dan memastikan berapa besar minyak yang ada di perut bumi meski cadangannya sudah disertifikasi.
Selain itu, Pertamina bisa melirik blok atau lapangan lainnya untuk menutup ketidakberhasilan mengingat rendahnya tingkat keberhasilan jika melakukan eksplorasi. Dalam satu wilayah kerja atau kordinat, terdiri dari banyak lapangan.
Kemudian, lapangan-lapangan tersebut ataupun di blok yang sumur minyak produksinya terhenti, bisa mencari upsite potential atau probable dan possible, termasuk menemukan gas.
Menurutnya, jangan menilai akuisisi rugi karena hanya melihat sumur proved kemudian tidak propduksi. Namun harus juga membaca cadangan yang belum ditemukan atau probable dan possible. Hal ini seperti yang dilakukan saat mengakusisi Blok Cepu.
"Kami lakukan 2009 akuisisi di Blok Cepu, yang produksi hanya Banyu Urip, tapi kita tetap akuisisi karena melihat ada lapangan-lapangan lain, meskipun hanya 1 sumur," katanya.
Menurutnya, kerugian di satu blok atau satu sumur, bisa tergantikan dari blok lain, meskipun jika melakukan eksplorasi hanya 10:1. Namun yang satu itu bisa menutup dan memberikan keuntungan bagi perusahaan.
Dalam akusisi, Hadi juga menyampaikan, bahwa engineer sangat percaya pada data room yang diberikan pihak yang menawarkan PI atau akuisisi, karena di dunia migas itu ada resfect dan dignity. Mereka sangat profesional.
"Mereka semua adalah profesional di bidang migas dan kita respek dan trust. Resfect dan trust itu yang meyakinkan saya apa yang dilaukan dan diberikan data-data otentik di lapangan tersebut," katanya.
Hadi juga menyampaikan akuisisi IP 10% Blok BMG oleh Pertamina dari ROC ?secara teknis sudah benar. "Secara teknis namanya akuisisi ya seperti itu. Nanti akhirnya keluar minyak atau enggak, kita tidak bisa jamin. Tapi itulah bagian risiko dari bisnis. Kenapa kita dapat minyak, kita terus melakukan eksplorasi. Ada yang berhasil dan gagal, 10:1. Satu ini bisa biayai yang 10," katanya.