Mataram, Gatra.com - Kementerian Pertanian mendorong Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk menyelamatkan sarang burung walet langsung ke Tingkok sehingga menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantan) Kementan, Ali Jamil, dalam keterangan tertulis yang diterima Gatra.com di Jakarta, Jumat (10/5), disampaikan ajakan tersebut saat melakukan pelepasan ekspor pertanian di Kantor Pos Mataram, Kamis (9/5) .
Jamil mengungkapkan, sesuai sistem otomatis lalu lintas produk pertanian, IQFAST di Karantina Pertanian Mataram direkam dalam 3 tahun terakhir ekspor sarang burung walet ke Singapura dan Hongkong terus meningkat.
"Di tahun 2016, ekspor sarang burung walet senilai Rp24 juta, 2017 meningkat Rp48 juta, dan 2018 meningkat lagi hingga mencapai Rp455 juta," ungkapnya.
Menurut Jamil, sebenarnya potensi ekspor sarang burung walet asal Lombok lebih besar dari kenyataan ekspor langsung tersebut. Pasalnya, sesuai data lalu lintas antararea Lombok ke Surabaya dapat dilihat adanya frekuensi pengiriman sarang burung walet untuk bahan baku ekspor ke Tiongkok dengan nilai yang sangat besar.
Lalu lintas antar area sarang burung walet dari Lombok ke Surabaya yakni Rp30,28 miliar pada tahun 2016, Rp36,512 miliar pada 2017, dan di tahun 2018 sebesar Rp20,896 miliar.
"Penyebab puluhan miliar nilai ekspor sarang burung walet yang seharusnya menjadi PAD Provinsi NTB, namun menjadi milik provinsi lain dikarenakan Lombok belum bisa menembus pasar Tiongkok secara langsung. Sungguh disayangkan sekali," ujarnya.
Karena itu, Kementan melalui Barantan mengajak Pemerintah Provinsi NTB untuk mendorong adanya investor yang mau membangun rumah produksi walet di Lombok sebagai syarat memenuhi protokol karantina pasar Tiongkok.
Berdasarkan IQFAST Karantina Pertanian Mataram, di kuartal pertama 2019 nilai ekspor komoditas pertanian pulau Lombok mencapai Rp318,6 juta antara lain sarang burung walet Rp176,5 juta, kerajinan rotan Rp64,6 juta, kerajinan bambu Rp52,1 juta, dan lainnya senilai Rp25,3 juta.
Perlu adanya perhatian khusus karena pada tahun 2018 nilai ekspor komoditas pertanian Pulau Lombok mencapai Rp3,9 miliar yang berasal dari ekspor manggis senilai Rp3,6 miliar, melon Rp254 juta, sarang burung walet Rp96 juta, dan bambu Rp20,8 juta.
"Perlu adanya langkah-langkah khusus dan pengawalan terhadap manggis, kenapa tahun 2019 tidak ada ekpor," ujar Jamil.
Sebagaimana data domestik atau antar area, sarang burung walet dan buah manggis banya dari Lombok dikirim ke Bali dan Surabaya. Ada indikasi bahwa manggis Lombok diekspor ke Vietnam melalui Bali. Karena Bali sudah mempunyai packing house (rumah kemas) terigistrasi yang merupakan salah satu persyaratan manggis bisa diterima di pasar Tiongkok.
"Di Lombok juga belum ada packing house. Sekali lagi kami mengajak pemerintah Provinsi untuk dapat memfasiltasi para investor atau eksportir manggis untuk membangun rumah kemas di Pulau Lombok, sehingga kita bisa kembali ekspor manggis langsung dari sini," imbau Jamil.
Provinsi NTB terdiri dari 2 pulau yang memiliki potensi ekspor komoditas pertanian yang besar, yaitu Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa Besar. Nilai total ekspor komoditas pertanian Pulau Lombok di tahun 2018 mencapai Rp4,7 miliar, dengan komoditas yang didominasi adalah ekspor manggis ke Vietnam senilai Rp3,6 miliar.
"Meskipun Karantina Pertanian Mataram dapat membantu memberikan bimbingan teknis rumah produksi walet dan rumah kemas manggis yang sesuai dengan syarat protokol karantina negara Tiongkok, namun hal ini tidak dapat kami lakukan jika tidak ada kerja sama dari pihak Pemerintah Provinsi NTB yang dapat menggandeng investor," ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Sekda Provinsi NTB, Rosyadi Husaeni Sayuti mengatakan pihaknya mendukung penuh program akselerasi ekspor yang dilakukan oleh Kementan. Dukungan tersebut dibuktikan bahwa saat ini Pemerintah Propinsi NTB telah menyediakan lahan yang dapat digunakan untuk membangun rumah kemas manggis yang akan mulai pada Mei 2019.
"Begitupun dengan rumah produksi walet kami akan carikan investor yang mau berinvestasi di Lombok," kata Rosyadi.
Kepala Karantina Pertanian Mataram, Arinaung Siregar mengatakan total pertanian yang diekspor kali ini Rp74,2 juta. Rinciannya yaitu tempurung kelapa tujuan Norwegia Rp54,4 juta, tas rotan tujuan Prancis dan Philipina senilai Rp12 juta, sedotan bambu tujuan Swiss memperoleh Rp2,3 juta, dan sarang burung walet tujuan Belanda harga Rp5,5 juta. Selain itu, ada juga sarang burung walet yang dikirim ke Jakarta untuk dikirim ke Tiongkok melalui Bandara Soekarno-Hatta.