Jakarta, Gatra.com - Istri dari terdakwa panitera pengganti PN Jakarta Timur, Muhammad Ramadhan, Desi Diah Suryono mengaku membuang barang bukti dalam kasus suap terkait gugatan perkara perdata pada PN Jakarta Selatan.
Wanita yang berprofesi sebagai jaksa di Kejari Jakarta Selatan mengatakan, telah membuang satu unit handphone merek iPhone 6 Plus ke sebuah kali di Bekasi.
"Saat ini hape tersebut saya buang ke kali di daerah Bekasi karena saya panik setelah suami saya di OTT KPK," katanya.
"Betul gitu ya?," kata Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam membacakan BAP.
"Ya," jawab Desi singkat.
Alasannya melakukan hal itu karena panik usai suaminya terjaring ott oleh tim KPK.
"Pasti panik, Karena suami saya saat itu kena OTT pasti panik," ujar Desi lebih lanjut.
Dalam persidangan ia juga mengaku bahwa alat komunikasi itu digunakan sebagai media untuk sejumlah pertemuan antara suaminya dengan Hakim PN Jaksel, Iswahyu Widodo dan Irwan. Desi mengungkapkan bahwa suaminya sering menyuruhnya untuk menghubungi dua hakim tersebut dengan istilah ngajak ngopi.
Desi dihadirkan dalam sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi terhadap terdakwa panitera pengganti PN Jakarta Timur, Muhammad Ramadhan.
Selain Desi, jaksa juga menghadirkan saksi PNS Panitera PN Mataram, I gede Ngurah Arya Winaya; Panitera pengganti PN Jakarta Selatan, Matius Buntu Situru, Hakim PN Jakarta Selatan, Achmad Guntur; dan Wakil Ketua PN Wonosobo, Jawa Tengah, Totok Sapto Indarto.
Dalam kasus ini dua hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Iswahyu Widodo (Ketua Majelis Hakim) dan Irwan diduga menerima suap terkait gugatan perkara perdata pada PN Jakarta Selatan.
Perkara perdata yang menjadi objek suap kasus ini adalah perkara dengan nomor 62/Pdt.G/2018/PN jaksel dengan para pihak, yaitu penggugat Sdr. Isrullah Achmad dan tergugat Williem J.V. Dongen, serta turut tergugat PT APMR dan Thomas Azali, yaitu gugatan perdata pembatalan perjanjian akuisisi PT CLM oleh PT APMR di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tahun 2018.
Selain itu Muhammad Ramadhan selaku Panitera Pengganti dari PN Jakarta Timur, Arif Fitrawan seorang advokat dan swasta Martin P. Silitonga juga ikut terjerat.
Diduga sebelumnya majelis hakim telah menerima uang sebesar Rp150 juta untuk mempengaruhi putusan sela agar tidak diputus Niet Ontvankelijke Verklaard (NO) yang dibacakan pada Agustus 2018. Dan disepakati akan menerima lagi sebesar Rp500 juta untuk putusan akhir.
Sebagai pihak yang diduga penerima, Iswahyu, Irwan dan Ramadhan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c dan/atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
Sebagai pihak yang diduga pemberi Arif dan Martin disangkakan melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a
dan/atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.