Jakarta, Gatra.com – Mengawal hasil perhitungan suara pasca pemilu presiden dan wakil presiden 17 April lalu, banyak lembaga survei yang telah merilis hasil hitung cepat atau quick count. Hasil ini membantu masyarakat memantau perkembangan serta penghitungan suara.
Dalam acara talkshow “Quick Count di Mata Akademisi” yang diselenggarakan hari Rabu (8/5) di Aula D Unika Atma Jaya, Jakarta, menghadirkan pembicara yang mewakili dari perspektif masyarakat serta hukum.
Dr. Muradi selaku pengamat politik Universitas Padjajaran (Unpad) serta Aktivis 98 Bandung mengatakan bahwa quick count bisa mewakili sebuah kompetisi politik. “Yang namanya kompetisi, pasti ada yang menang, dan ada yang kalah. Para calon presiden pun sudah mengatakan bahwa mereka siap menang dan siap kalah,” ucap Muradi.
Menurutnya, quick count dapat dikatakan menyerang persepsi publik. Masyarakat saat ini digiring dengan isu jika pasangan yang mereka dukung tidak menang, maka lawan dari pasangan tersebut melakukan kecurangan.
Sementara, quick count sendiri merupakan hasil olahan data yang dilakukan semata-mata untuk menjadi pembanding dari hasil hitungan yang resmi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Adanya perbedaan hasil hitung cepat dari masing-masing calon presiden, membuat masyarakat bingung dalam mempercayai info yang ada. Masyarakat cenderung lebih mempercayai info yang dianggap sesuai dengan pandangan mereka.
Sekjen Keluarga Besar Alumni FIABIKOM Atma Jaya, Alex Leonardo menyampaikan, masyarakat saat ini lebih mempercayai berita hoaks. "Karena informasi yang mereka terima cenderung berasal dari media sosial, atau portal berita yang tidak dapat dijamin kredibilitasnya," katanya.
Saat ini, masyarakat banyak yang melakukan politik identitas. Dengan mempublikasikan dukungannya kepada masing-masing calon presiden dan wakil presiden, hal ini dapat memicu ketegangan di lingkungan masyarakat bahkan di lingkup terkecil yaitu keluarga. Politik identitas ini dinilai sangat berbahaya oleh Muradi.
“Ada satu kejadian, dimana dalam keluarga besar saya ada yang mendukung salah satu paslon itu berdebat hingga mengakibatkan ketegangan di lingkungan keluarga. Saya yakin hal ini tidak hanya terjadi pada saya, melainkan masyarakat juga ada yang mengalaminya,” ungkap Muradi.
Karenanya sudah sepatutnya masyarakat lebih berpikir secara kritis dalam menerima informasi yang ada. Berita hoaks bisa datang dan menyerang persepsi orang-orang kapan saja. Maka dari itu masyarakat dihimbau untuk selalu mencari klarifikasi terkait info yang didapatkan.