New Delhi, Gatra.com - Lusinan pengunjuk rasa berkumpul di luar Mahkamah Agung India, sehari setelah majelis hakim menampik laporan pelecehan seksual yang dilakukan hakim agung, Ranjan Gogoi yang diketahui melecehkan mantan asistennya.
Dilansir dari Reuters, tahun lalu, seorang mantan asisten yang identitasnya dirahasiakan melaporkan Gogoi telah melakukan pelecehan seksual kepadanya. Pelecehan seksual tersebut juga menjadi kasus paling terkenal dalam setelah gerakan #metoo melanda India.
Dalam aduan yang diajukan ke pengadilan bulan lalu, wanita yang diketahui berusia 35 tahun itu menuduh Gogoi melecehkannya ketika dia bekerja di kantor yang terletak di rumah Gogoi. Tidak hanya dia, keluarganya pun menjadi korban setelah dia menolak uang ganti rugi.
Pernyataan pengadilan mengatakan bahwa Gogoi membantah tuduhan itu dan majelis hakim internal membebaskannya dari kasus tersebut. Namun para pengunjuk rasa yang berkumpul di depan MA India tidak puas dengan keputusan itu.
“Proses yang transparan dan adil adalah suatu keharusan,” tulis salah satu plakat yang dibawa salah satu pengunjuk rasa, Selasa (7/5). Ada juga plakat yang berbunyi, “Ketidakadilan yang agung”.
Keamanan diperkuat di luar pengadilan, dengan dikerahkannya puluhan polisi paramiliter dan truk yang membawa meriam air. Polisi dengan cepat membubarkan kerumunan dan sebagian besar pengunjuk rasa dibawa dengan mobil polisi sesaat setelah mereka berkumpul. Polisi mengatakan ilegal mengadakan demonstrasi di Mahkamah Agung.
"Kami tidak diizinkan memprotes bahkan selama lima menit!" kata seorang pengacara Amritananda Chakravorty lewat Twitter. Bahkan seorang jurnalis bernama Gaurav Sarkar, menambahkan bahwa ia telah diperlakukan semena-mena ke dalam mobil polisi karena meliput protes tersebut.
Gogoi menyebut tuduhan itu bagian dari konspirasi yang lebih luas untuk mencemari peradilan India. Penuduhnya mengatakan temuan panel hakim belum terungkap kepadanya, dan dia merasa itu telah melakukan ketidakadilan, menambahkan bahwa dia takut.
Dalam sebuah pernyataan, sekelompok 350 aktivis hak-hak perempuan dan anggota masyarakat sipil menyerukan penyelidikan baru terhadap tuduhan tersebut. "Kasus ini telah mengungkap kebutuhan mendesak akan prosedur yang adil, transparan dan adil untuk ditetapkan secepat mungkin. Apa yang dipertaruhkan bukan hanya hak-hak perempuan, tetapi juga kredibilitas Mahkamah Agung," kata mereka.