Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membenarkan adanya pelaporan gratifikasi dari Menteri Agama (Menag), Lukman Hakim Saifuddin. Namun gratifikasi itu dilaporkan usai operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 16 Maret 2019 lalu.
"Jadi sekitar 1 minggu setelah operasi tangkap tangan dilakukan, Menag melaporkan gratifikasi sejumlah Rp10 juta," kata Juru Bicara, KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (8/5).
Baca Juga: Menag: Uang Rp10 Juta Sudah Saya Laporkan ke KPK Sebulan Lalu
Terkait laporan dari Lukman, KPK belum menindaklanjuti dengan penerbitan SK kepemilikan atau status gratifikasi. Alasannya, aduan tersebut dilaporkan setelah OTT KPK, walau dilaporkan sebelum lewat 30 hari. Febri menjelaskan perlu adanya koordinasi dengan penyidik karena proses hukumnya masih berlangsung.
"Prinsip dasar pelaporan gratifikasi yang semestinya bersifat kesadaran pejabat negara. Sebenarnya yang diharapkan dari laporan gratifikasi itu bukan karena sudah diproses secara hukum atau karena sudah ada OTT, maka kemudian dilaporkan ke Direktorat Gratifikasi," tambah Febri.
Penerimaan uang Rp10 juta oleh Menag itu terungkap dalam sidang gugatan praperadilan oleh tersangka kasus dugaan suap seleksi jabatan di lingkungan Kemenag, Romahurmuziy alias Rommy.
Baca Juga: Ditanya Uang di Meja Kerjanya, Menag Lukman Hakim Bungkam
Tim Biro Hukum KPK mengungkapkan bahwa Menag menerima sejumlah uang dari Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur, Haris Hasanuddin. Dalam persidangan, politisi PPP itu disebut menerima uang sejumlah Rp10 juta pada 9 Maret 2019. Duit itu diterima saat kunjungan Lukman ke Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur.
Nama Lukman Hakim terseret dalam kasus suap jual beli jabatan pejabat Kementerian Agama (Kemenag). Dalam kasus ini KPK menetapkan eks Ketum PPP Romahurmuziy sebagai tersangka. Ia dijadikan tersangka bersama Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi dan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenag Provinsi Jatim Haris Hasanuddin.
Rommy diduga bersama-sama dengan pihak dari Kemenag menerima suap sejumlah Rp 300 juta untuk mempengaruhi hasil seleksi jabatan pimpinan tinggi di Kemenag yaitu Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik dan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jatim. KPK menduga Haris dan Muafaq memberikan uang pelicin itu kepada Rommy agar dapat lolos dalam seleksi jabatan tersebut.
Baca Juga: OTT KPK, Romahurmuziy Diduga Beberapa Kali Terima Suap
Atas perbuatannya KPK menyangka Rommy dan kawan-kawan selaku penerima suap diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan terhadap Muhammad Muafaq Wirahadi yang diduga selaku pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun Haris Hasanudin juga diduga selaku pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001.