Washington DC, Gatra.com - Sebuah penelitian mengungkapkan warga masyarakat di setiap negara bagian Amerika Serikat (AS) mengonsumsi air minum yang terkontaminasi zat kimia. Fakta tersebut ditunjukan oleh penelitian yang dilakukan Sebuah Organisasi yang fokus pada masalah lingkungan di Washington DC, Environmental Working Group bersama dengan Universitas Northeastern.
Menurut para peniliti, setidaknya ada 43 negara bagian yang air minumnya terkontaminasi zat kimia Per And Poly Fluoroalkyl (PFAS). Zat kimia tersebut diyakini dapat menimbulkan masalah kesehatan seperti kanker, infertilitas, dan cacat fisik pada kelahiran bayi.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan, ada sekitar 19 juta orang yang terpapar kontaminasi air. Selain itu, jumlah wilayah yang terkontaminasi ada sebanyak 610. Beberapa di antaranya yaitu sistem air publik, pabrik industri, tempat pembuangan, dan tempat pelatihan pemadam kebakaran.
Salah satu ilmuwan dalam penelitian tersebut, David Andrews mengatakan, fenomena air yang terkontaminasi itu membuat banyak orang di AS ketakutan. Sebab, zat kimia PFAS sering digunakan dalam berbagai produk seperti pembersih, kulit sintetis, dan cat.
"Bahan kimia ini tidak terurai dalam tubuh kita dan di lingkungan. Zat kimia itu benar-benar menempel pada darah kita. Jadi jumlahnya cenderung meningkat dari waktu ke waktu," kata David, seperti dikutip CBS, Rabu (8/5).
Environmental Working Group menilai, Evironmental Protection Agency (EPA) yang memiliki kewajiban untuk melindungi linkungan telah gagal menjalankan tugasnya. Menurut mereka, masalah air minum yang terkontaminasi ini telah membuat warga AS menghadapi masalah kesehatan yang serius.
"Sebagian dari masalahnya adalah mereka belum menetapkan batas kontaminan dalam air minum yang legal. Seluruh sistem pengaturan bahan kimia yang mungkin berakhir di air kita, batas penetapan kontaminasinya rusak dan agensi (EPA) benar-benar tertinggal ilmu di sini," tutur David.
Environmental Working Group mengusulkan batas penggunaan bahan kimia PFAS 1 ppt. Di mana batas tersebut merupakan jumlah yang sangat kecil bila dibandingkan dengan jumlah yang dianggap aman oleh pembuat kebijakan.
"EPA harus bergerak cepat untuk menetapkan batasan yang benar-benar melindungi kesehatan,” ujar David.