Singapore, Gatra.com - Kemoterapi adalah metode pengobatan yang umum dilakukan pada penderita kanker untuk menekan pertumbuhan dan penyebarannya sel. Namun, beberapa efek yang ditimbulkan cukup menyakitkan bagi penderita.
Dan efek yang ditimbulkan oleh kemoterapi antara lain mual, nyeri, kehilangan nafsu makan, rambut rontok, kelelahan, luka, diare, masalah jantung, kelainan darah, sembelit, masalah sistem saraf, dan masalah kesuburan. Perlu diketahui dokter biasanya melakukan kemoterapi sebagai kombinasi perawatan seperti radiasi, operasi, terapi hormon, imunoterapi.
Peneliti dari National University of Singapore (NUS) baru-baru ini telah menemukan metode mengatasi efek dari kemoterapi. Mereka menyebutnya biomarker baru untuk "chemobrain" disfungsi otak akibat kemoterapi yang memengaruhi kognisi, konsentrasi, dan memori.
Gejala chemobrain dapat mencakup perubahan perilaku dan emosi, perubahan suasana hati, perilaku sosial yang tidak pantas, disorientasi, kebingungan parah, kabut mental, masalah pemahaman, ketidakmampuan untuk melakukan banyak tugas, pemikiran yang lebih lambat, masalah pertimbangan dan penilaian, disorientasi spasial, ketidakmampuan untuk fokus, masalah konsentrasi, masalah organisasi, gangguan kemampuan matematika dan bahasa, dan kehilangan ingatan.
Menurut American Society of Clinical Oncology (ASCO), 75% pasien mengalami chemobrain saat menjalani perawatan, dan 35% alami disfungsi kognitif selama beberapa bulan setelah perawatan telah berhenti.
Para peneliti di National University of Singapore menerbitkan penemuan biomarker mereka pada 20 Maret 2019 dalam Pharmacotherapy: The Journal of Human Pharmacology and Drug Therapy, the peer-reviewed official journal of the American College of Clinical Pharmacy.
Biomarker adalah molekul yang ditemukan dalam tubuh (jaringan, cairan atau darah), yang menandai suatu penyakit, kondisi, atau proses (baik abnormal atau normal).
Setidaknya 81 pasien kanker payudara stadium I hingga stadium III yang sebelumnya belum melakukan radiasi maupun kemoterapi diberikan treatmen kemoterapi berbasis antrasiklin atau berbasis taxane.
Para pasien yang telah menyelesaikan tes fungsi kognitif akan memberikan peneliain secara objektif dengan apa yang telah dirasakan, selain itu juga dilakukan pengambilan plasma darah mereka untuk dianalisis. The Functional Assessment of Cancer Therapy–Cognitive Function (FACT Cog) Versi 3 digunakan untuk mengevaluasi kualitas hidup yang dirasakan sendiri oleh pasien selama tujuh hari terakhir. Pasien melaporkan sendiri gejala kecemasan mereka menggunakan penilaian Beck Anxiety Inventory (BAI). Untuk menentukan tingkat kelelahan, digunakan Brief Fatigue Inventory (BFI) yang dikelola sendiri.
Para pasien melaporkan kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatannya pada The European Organization for Research and Treatment of Cancer Quality of Life Questionnaire (EORTC QLQ C30). Skala gejala EORTC digunakan untuk menilai insomnia.
Untuk mengukur fungsi kognitif secara objektif, pasien mengambil tes neuropsikologis terkomputerisasi yang disebut Headminder untuk mengevaluasi memori, perhatian, waktu respons, dan kecepatan pemrosesan.
Menurut laporan penelitian “Dehydroepiandrosterone (DHEA) and its sulfated form (DHEAS)—jointly referred as DHEA(S)" adalah neurosteroid yang berfungsi penting membantu mengatur perkembangan otak, fungsi, dan perilaku.
DHEA (S) dimaksudkan untuk mengerahkan efek pelestarian kognitif melalui tindakan neuroprotektif, antioksidan, antiinflamasi, dan antiglukokortikoid mereka. Peneliti menulis bahwa tingkat DHEA prekemoterapi "ditemukan penurunan dalam domain kognitif yang dirasakan sendiri dari kelancaran secara verbal," dan "ketajaman mental."
“Temuan kami menunjukkan bahwa pasien dengan tingkat DHEAS prekemoterapi yang lebih tinggi memiliki peluang lebih rendah untuk mengembangkan gangguan kognitif yang dipersepsikan sendiri,” tulis para peneliti.
Tim menyarankan bahwa suplementasi DHEA (S) dapat menjadi intervensi farmakologis untuk gangguan kognitif terkait kanker, dan berencana untuk melakukan studi penelitian tambahan. Penemuan ini berpotensi menyebabkan intervensi terapi baru untuk meringankan tidak hanya chemobrain, tetapi juga komplikasi kemoterapi lainnya menawarkan secercah harapan bagi pasien kanker di masa depan.
Meigitaria Sanita (MES)