Solo, Gatra.com – Sore hari selepas waktu salat Asar, Selasa (7/5), warga berbondong-bondong mendatangi Masjid Darussalam di Kelurahan Jayengan, Kecamatan Serengan, Solo. Antrian pun mengular hingga ke luar halaman masjid.
Tiap orang berdiri dalam antrian sambil membawa wadah, mulai dari rantang, mangkuk, hingga toples. Di ujung antrian terdapat kuali besar dengan kepulan asap beraroma wangi khas rempah-rempah dan minyak samin. Kuali besar itu penuh dengan bubur mendidih berwarna putih.
Satu per satu orang di antrian menyerahkan wadahnya agar diisi dengan bubur samin khas Banjar yang mengepul panas. Bubur itu menjadi menu takjil atau berbuka puasa, dimakan di masjid itu atau boleh dibawa pulang.
Setiap hari di bulan Ramadan Masjid Darussalam menyajikan bubur samin secara gratis bagi masyarakat. Tradisi ini dimulai sejak tahun 1980. Bubur samin sangat khas dengan rasa gurih dan aroma minyak samin yang bercampur dengan rempah-rempah. Sajian ini dimasak langsung oleh para takmir masjid.
Mulai jam 11.00 WIB para takmir masjid menyiapkan bahan-bahan untuk memasak 1.100 porsi bubur samin. Proses memasak bubur ini memakan waktu hingga empat jam. Beragam rempah-rempah seperti kapulaga arab, adas, kayu manis, pala, ketumbar, jahe, kunyit, lengkuas dan kemiri, serta minyak samin memperkuat citarasa khas bubur ini.
”Tiap hari kami pakai beras 50 kilogram. Dulu awalnya kami hanya menggunakan 15 kilogram beras, namun setiap tahun terus bertambah,” ucap Rosidi Muhdor, Ketua Takmir Masjid Darussalam saat ditemui di sela pembagian bubur.
Bahan lain bubur samin ini berupa sayuran, seperti seledri, daun bawang, wortel, dan bawang bombai. ”Kami juga memakai daging sapi, susu, dan sumsum sapi untuk menambah citarasa semakin sedap,” ucapnya.
Tradisi menyantap bubur samin di Masjid Darussalam bermula dari para perantau Banjar, Kalimantan Selatan. Mereka datang ke Solo pada masa pemerintahan keraton dan akhirnya bermukim di kawasan Jayengan. Akhirnya mereka menetap dan membuat perkampungan. Mereka pun membawa tradisi daerahnya, termasuk kuliner bubur samin yang sering disebut juga sebagai bubur Banjar.
”Awalnya memang hanya untuk kami saja jamaah Masjid Darussalam, tapi kemudian banyak orang yang suka. Akhirnya kami buat banyak,” ucapnya.
Menik Sukarno, 54 tahun, warga Panularan, Solo, datang ke Masjid Darussalam setiap Ramadan untuk turut antri mendapat bubur ini. Terkadang dia dan keluarga menyempatkan datang berbuka puasa ke Masjid Darussalam.
”Saya selalu ke sini setiap tahun, soalnya anak saya sangat suka. Rasanya gurih, tidak amis dan berlemak. Apalagi buburnya tahan lama, tidak langsung dimakan pun masih enak rasanya,” ucapnya.