Jakarta, Gatra.com - Pada sidang praperadilan mantan Ketum Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy, pihak KPK menyampaikan poin-poin persyaratan operasi tangkap tangan yang dipermasalahkan oleh pihak Romahurmuziy.
Tim Biro Hukum KPK menjelaskan pada Pemohon bahwa dalam melakukan OTT KPK memastikan kegiatan tangkap tangan dilakukan mengacu pada Pasal 1 angka 19 KUHAP.
Menurut Tim Biro Hukum KPK, dimana KPK melakukan tangkap tangan segera setelah penerimaan uang diduga terjadi di Hotel Bumi Surabaya City Resort. Dimana menurut Pasal tersebut terdapat empat kondisi yang dapat disebut tertangkap tangan.
"Pada waktu sedang terjadinya tindak pidana, Segera sesudah tindak pidana terjadi, segera setelah diteriaki oleh khalayak ramai atau apabila sesaat kemudian ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu," kata Tim Biro Hukum KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (7/5).
Menurut Tim Biro Hukum KPK, dengan temuan tangkap tangan di Surabaya tersebut KPK memastikan kegiatan tangkap tangan yang dilakukan sudah memenuhi aturan hukum acara yang berlaku. Selain itu KPK melaksanakan tugas penanganan perkara, termasuk tangkap tangan mengacu pada KUHAP selain itu UU Tipikor dan Pasal 6 huruf c UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Sebelumnya Kuasa Hukum Rommy, Maqdir Ismail menyebut seharusnya tidak ada lagi operasi operasi tangkap tangan seperti ini. Menurutnya apabila berhubungan dengan gratifikasi seharusnya orang diberi kesempatan untuk melapor kepada KPK, karena undang-undang menentukan bahwa KPK punya kewajiban untuk menerima laporan orang tetapi akibatnya sekarang dengan orang ditangkap tangan.
"Mereka dalam banyak hal mereka tidak akan menerima laporan kalau ada orang menerima gratifikasi, Itulah kira-kira satu apa ya ringkasan dari permohonan yang disampaikan tadi dan sehingga kami meminta tadi untuk mengatakan bahwa penetapan tersangka ini tidak sah," ujar Maqdir usai Sidang Praperadilan di PN Jaksel, kemarin (6/5).