Jakarta, Gatra.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil Sekretaris Jenderal Kementerian Agama (Kemenag), Nur Kholis Setiawan dalam kasus dugaan suap jual beli jabatan di lingkungan Kemenag dengan tersangka Muhammad Romahurmuziy.
“Yang bersangkutan akan diperiksa untuk tersangka RMY (Romahurmuziy),” ungkap Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Yuyuk Andriati, di Jakarta, Selasa (7/5).
Nur Kholis dipanggil KPK karena kapasitasnya sebagai ketua panitia seleksi jabatan pimpinan di Kemenag.
Ia juga sudah diperiksa sebanyak dua kali pada 27 dan 29 Maret 2019 yang lalu.
Selain Nur Kholis, penyidik juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap dua orang lain dari panitia seleksi jabatan pimpinan di Kemenag. Yakni Abdurrahman Mas'ud selaku sekretaris pansel dan seorang anggota pansel, Hasan Effendy.
Selain itu, tiga orang lainnya rencananya akan turut dipanggil yakni staf pribadi Romahurmuziy, Amin Nuryadi; Sekjen DPW PPP Jawa Timur, Norman Zein Nahdi dan Karo Kepegawaian Kemenag, Ahmadi. Semua saksi akan diperiksa untuk tersangka yang sama.
“Saksi-saksi ini akan diperiksa untuk tersangka RMY (Romahurmuziy),” tambah Yuyuk.
Dalam kasus ini KPK menetapkan anggota DPR komisi XI yang lebih akrab dipanggil Rommy ini sebagai tersangka suap jual beli jabatan di Kementerian Agama. Ia dijadikan tersangka bersama Kepala Kantor Kemenag Kabupaten, Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi dan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenag Provinsi Jawa Timur (Jatim), Haris Hasanuddin.
Rommy diduga menerima suap untuk mempengaruhi hasil seleksi jabatan pimpinan tinggi di Kemenag yaitu Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik dan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur.
KPK menduga Haris dan Muafaq memberikan uang “pelicin” kepada Rommy agar dapat lolos dalam seleksi jabatan tersebut. Rommy diduga menerima suap sebesar Rp300 juta, dengan rincian Rp50 juta dari Muafaq untuk posisi Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik dan Rp250 juta dari Haris untuk jabatan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur.
Atas perbuatannya Rommy dijerat Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.