Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan sejumlah tempat di Balikpapan terkait dengan kasus suap vonis bebas di Pengadilan Negeri Balikpapan.
Penggeledahan dilakukan di sejumlah tempat antara lain dirumah hakim Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan, Kayat. Dilanjutkan ke rumah Panitera Muda Pidana, Fahruz Azmi. Kemudian juga dilakukan penggeledahan di kantor pengacara Jhonson Siburian.
Besokannya penyidik KPK menggeledah Pengadilan Negeri Balikpapan. Kemudian penyidik beranjak ke kantor dan rumah dari seorang swasta bernama Sudarman. Semua penggeledahan itu dilaksanakan selama dua hari dari Minggu (5/5) hingga Senin (6/5).
"Semua lokasi penggeledahan di dua hari itu di Balikpapan," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Yuyuk Andriati saat dikonfirmasi Gatra.com, Senin (6/5).
Dari penggeledahan itu tim penyidik KPK sejumlah dokumen terkait proses pidana pemalsuan dokumen. Selain itu juga turut disita slip penyetoran dana, barang elektronik sejumlah surat dan register perkara.
KPK menetapkan hakim Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan, Kayat, pengacara Jhonson Siburian, dan Sudarman sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan vonis perkara penipuan.
OTT berawal ketika Tim Satuan Tugas (Satgas) KPK mendapat informasi dari masyarakat akan ada penyerahan uang dari Jhonson Siburian kepada Kayat di Pengadilan Negeri Balikpapan. Penyerahan uang suap itu agar Sudarman divonis bebas dalam perkara penipuan berupa pemalsuan surat.
Sudarman dan Jhonson Siburian diduga menyuap Kayat sejumlah Rp100 juta. Uang tersebut merupakan bagian dari fee yang diminta Kayat sejumlah Rp500 juta. Uang diberikan setelah Sudarman divonis bebas oleh PN Balikpapan setelah yang bersangkutan menyanggupi permintaan Kayat.
Suap tersebut berawal ketika perkara penipuan yakni pemalsuan surat yang membelit terdakwa Sudarman disidangkan di PN Balikpapan. Setelah sidang, Kayat bertemu dengan Jhonson Siburian menawarkan bantuan jika ingin Sudarman divonis bebas dengan syarat memberikan uang Rp500 juta.
Sudarman kemudian menyanggupi permintaan tersebut dan uang akan diberikan jika tanahnya di Balikpapan laku terjual. Bahkan untuk meyakinkan Kayat, Sudarman sempat menawarkan agar Kayat memegang sertifikat tanah tersebut. Kayat menolak dan meminta fee tersebut diserahkan dalam bentuk uang tunai.
Persidangan kasus penipuan tersebut terus berlanjut hingga akhirnya jaksa penuntut umum menuntut Sudarman divonis 5 tahun penjara pada Desember 2018. Beberapa hari kemudian, majelis hakim menyatakan tuntutan jaksa penuntut umum tidak dapat diterima dan memvonis bebas Sudarman.
Sebulan setelah pembacaan vonis, atau Januari 2019, Kayat menagih kepada Sudarman melalui Jhonson Siburian. Kayat bertemu Jhonson di Pengadilan Negeri Balikpapan dan menyampaikan akan pindah tugas ke Sukoharjo. Dia menagih dengan mengatakan, "oleh-olehnya mana?"
Pascapertemuan tersebut, Sudarman pada 3 Mei 2019 yang sudah menerima uang muka dari pembeli tanahnya, mengambil uang sejumlah Rp250 juta di salah satu bank di Balikpapan. Dari jumlah itu, Rp200 juta dimasukkan ke dalam kantong plastik hitam dan Rp50 juta dimasukkan ke dalam tasnya.
Kemudian, Sudarman menyerahkan uang Rp200 juta kepada Jhonson Siburian dan Rosa Isabela untuk diberikan kepada Kayat. Uang tersebut diserahkan di salah satu restoran atau rumah makan Padang.
Selanjutnya, Jhonson Siburian dan Rosa menyerahkan uang tersebut kepada Kayat pada Jumat (3/5). Sedangkan Rp100 juta lainnya disimpan di kantor Jhonson hingga akhirnya kasus ini berhasil dibongkar setelah KPK melakukan OTT.
KPK menyangka Kayat sebagai penerima suap melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan Jhonson Siburian dan Sudarman selaku pemberi suap disangka melanggar Pasal 6 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.