Jakarta, Gatra.com - Usai menjalani pemeriksaan perdana, Direktur Utama nonaktif PT PLN, Sofyan Basir tidak ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hari ini Sofyan diperiksa selama tujuh jam oleh penyidik KPK. Keluar dari Gedung KPK, Sofyan terlihat tidak mengenakan rompi oranye khas tahanan KPK.
“Penahanan menjadi kewenangan penyidik sepenuhnya, mengacu pada pertimbangan obyektif dan subyektif penyidik,” kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Yuyuk Andriati saat dikonfirmasi Gatra.com di Jakarta, Senin (6/5).
Sofyan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada Selasa (23/4). Ia diduga terlibat dalam kasus kesepakatan kontrak kerja sama proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU MT) Riau-1.
Baca Juga: Jalani Pemeriksaan Perdana, Sofyan Basir Dicecar 15 Pertanyaan
KPK menduga bos perusaah listrik pelat merah ini membantu mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih untuk menerima hadiah atau janji dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johanes Budisutrisno Kotjo terkait kesepakatan kontrak kerjasama Pembangunan PLTU Riau-1. Sofyan diduga menerima janji dengan mendapatkan bagian yang sama besar dari jatah Eni dan Idrus Marham.
Keterlibatan Sofyan dimulai sejak Oktober 2015. KPK mengatakan Direktur PT Samantaka Batubara, Rudi Herlambang mengirimkan surat kepada PLN untuk memasukkan proyek itu ke dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN. PT Samantaka merupakan anak usaha Blackgold Natural Resources Limited.
Namun respon positif tidak kunjung diterima. Akhirnya Kotjo mencoba jalan lain, yakni mencari bantuan lewat Setya Novanto. Novanto memperkenalkan Kotjo dengan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih. Eni pun diminta untuk mengawal proyek pembangunan PLTU Riau-1 itu.
Baca Juga: KPK Panggil Bupati Temanggung, Dalami Aliran Dana Suap PLTU Riau-1
Sejak itu, telah terjadi beberapa kali pertemuan yang dihadiri sebagian atau seluruh pihak; Sofyan Basir, Eni Maulani Saragih, dan/atau Johanes Budisutrisno Kotjo membahas proyek PLTU ini.
Sementara kala itu pada 2016, Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan belum terbit. Beleid ini kelak menugaskan PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK). Sementara, KPK menduga Sofyan telah menunjuk PT Samantaka untuk mengerjakan proyek di PLTU Riau-1.
Kotjo pun menggandeng investor yang bersedia menggarap proyek ini. Mereka adalah perusahaan asal Cina, China Huadian Engineering Corporation Ltd (CHEC). Kotjo melakukan kesepakatan fee 2,5% atau US$25 juta jika sukses mendapat proyek PLTU Riau-1 ini.
Baca Juga: Usut Kasus Sofyan Basir, KPK Panggil Nicke, COE BNR Hingga Bupati Temanggung
Hingga Juni 2018, KPK mengidentifikasi sejumlah pertemuan. Baik yang dihadiri oleh seluruh yang terlibat maupun sebagian. Namun orang menurut KPK orang yang terlibat dalam pertemuan itu antara lain, Sofyan Basir, Eni Saragih, Johannes Kotjo, dan beberapa pihak lain.
Dari sejumlah pertemuan itu dibahas penunjukan Kotjo sebagai penggarap proyek oleh Sofyan. Bahkan Sofyan meminta Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN, Supangkat Iwan Santoso untuk berhubungan dengan Eni dan Kotjo. Selain itu juga dibahas kontrak antara CHEC dengan perusahaan-perusahaan konsorsium.
Sofyan akhirnya tersangka ke-4 yang menjadi pesakitan Lembaga Antirasuah dalam kasus kesepakatan kontrak kerja sama proyek IPP PLTU MT Riau-1. Setelah sebelumnya Kotjo, Eni, dan yang terbaru Idrus sudah dinyatakan bersalah dan putusannya sudah inkracht.