Home Teknologi Dimulai dari Barru, Pemerintah Bangkitkan Kembali Kejayaan Udang Windu

Dimulai dari Barru, Pemerintah Bangkitkan Kembali Kejayaan Udang Windu

Makassar, Gatra.com – Niat pemerintah mengembalikan kejayaan udang windu di Sulsel dimulai. Minggu (5/5). 

Badan Riset dan Sumber Daya Manusia (BRSDM) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggelar panen hasil Inovasi Teknologi Adaptif Perikanan Mina Padi Air Payau (INTAN-AP) padi udang windu (PANDU). 

Menariknya, panen dilakukan di lahan idle (menganggur) di Dusun Uring, Desa Lawallu, Kecamatan Soppengriaja, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.

Sebelumnya, komoditas udang windu ini pernah merajai Sulsel. Hasilnya yang begitu gemilang membuat komoditas ini tembus ekspor ke Jepang. Bahkan, saat krisis ekonomi tahun 1998, Sulsel tidak begitu terdampak, karena harga jual komoditas ini ikut naik, sehingga dirasakan manfaatnya bagi Sulsel.

Belakangan, komoditas ini meredup. Empang warga tidak kuasa lagi menghasilkan komoditas ini secara maksimal begitu penyakit dan hama menyerang. 

Terbaru, upaya mengembalikan kejayaan komoditas ini mulai membuahkan hasil.

“Teknologi ini menarik, dan merupakan teknologi baru yang mencoba menggabungkan udang windu yang biasanya hidup di wilayah laut dengan padi yang biasanya hidup di air tawar. Ternyata dengan teknologi mereka bisa didekatkan,” kata Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) Sjarief Widjaja.

Dikatakan, padi dengan varietas khusus yang mampu bertahan dengan air payau sampai 10 ppt (parts per thousand). Kemudian udang windu yang tadinya 45 ppt bisa diturunkan menjadi 10 ppt. Setelah panen pertama berhasil, panen kedua ini luar biasa, berhasil juga.

“Jadi kita lihat teknologi ini sudah mapan untuk bisa dikembangkan di masyarakat secara luas,” katanya.

Sjarief menjelaskan, panen dilakukan di lahan seluas ± 1 hektare (± 30 persen untuk caren udang dan ± 70 persen untuk lahan padi). Lahan tersebut merupakan lahan persawahan milik kelompok masyarakat yang sudah ditinggalkan kurang lebih 10 tahun karena dianggap tidak produktif.

Diketahui Intan-AP Pandu merupakan integrasi teknologi budidaya udang windu dengan padi varietas toleran salin untuk memanfaatkan potensi lahan idle, yang disebabkan intrusi air laut. 

Riset ini diinisiasi Pusat Riset Perikanan (Pusriskan) pada tahun 2018 melalui sinergitas riset antara Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan Perikanan (BRPBAP3) dengan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BBPadi) Kementerian Pertanian (Kementan).

Ia menjelaskan, perbaikan teknologi budidaya minapadi air payau pada tahun ini berupa pencegahan serangan hama pada tanaman padi tidak lagi menggunakan pestisida kimia. Akan tetapi menggunakan biopestisida atau pestisida nabati yang aman bagi kehidupan udang dan ramah lingkungan.

“Keberhasilan teknologi ini sangat bergantung pada pemeliharaan dan manajemen lingkungan yang sesuai untuk kehidupan udang windu dan padi karena udang windu dan padi mempunyai toleransi salinitas yang berbeda," terang Sjarief.

Dikatakan, keberhasilan INTAN-AP Pandu serta pengembangan dan keberlanjutan teknologi ini membutuhkan dukungan dari berbagai pihak. Tak hanya pemerintah pusat, namun juga pemerintah daerah.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulsel, Sulkaf S Latief menambahkan, kegiatan ini sejalan dengan Program Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah untuk kebangkitan udang windu di Sulawesi Selatan.

“Ini sejalan dengan perintah gubernur di sektor kelautan dan perikanan bahwa kita harus mempertahankan udang windu yang merupakan (spesies) asli Indonesia. Dengan bantuan semua stakeholder, terutama KKP yang mendorong Sulsel untuk mengembangkan udang windu, tahun depan insya Allah, kita dapat menaikan produksi udang windu,” ujar Sulkaf.

Dijelaskan, akan ada beberapa daerah yang menjadi wilayah pengembangan udang windu di Sulsel. Antara lain Barru, Pinrang, Bone, Bajo, Talakalar, Bulukumba, dan Sinjai. Hal ini diharapkan agar kajian riset INTAN-AP PANDU dapat menjadi informasi yang berguna bagi masyarakat dalam pemanfaatan lahan yang tidak termanfaatkan secara optimal akibat adanya interusi air laut.

Berdasarkan hasil panen, lahan idle dengan teknologi INTAN-AP PANDU mampu menghasilkan beras 2,5 ton (lahan 0,7 hektar) dan 216 kilogram udang (lahan 0,3 hektar), dalam satu kali masa tanam.

Dengan harga pasaran udang Rp75.000 per kg serta harga beras Rp4.000 per kg, pembudidaya minapadi mampu mendapatkan hasil senilai Rp26 juta dalam satu kali masa tanam.

Sebelumnya, riset teknologi budidaya minapadi air payau telah diujicobakan pada musim kemarau dan musim hujan. Berdasarkan hasil percontohan di lokasi ini, potensi produksi udang adalah 216 kg/lahan minapadi dengan padat tebar 4 ekor/m². Sedangkan produksi padi adalah 2.450 kg/lahan minapadi. 

663

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR