Jakarta, Gatra.com - Penyidik Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) panggil sejumlah pihak terkait kasus korupsi kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
Enam orang saksi yang diagendakan KPK untuk diperiksa hari ini terdiri dari berbagai unsur. Dari PT Pembangkit Jawa Bali Investasi (PJBI) dipanggil Corporate Secretarynya, Lusiana Ester. Kemudian dua orang dari PT Samantaka Batubara yakni seorang office boy, Erry Yudhamiharja dan satu security, Fredrik Lanitaman
Selain itu turut dipanggil seorang Dosen Program Studi Teknik Pertambangan ITB Syafrizal serta 2 orang dari unsur swasta, Jumadi dan Lukman Hakim.
"Para saksi diperiksa untuk tersangka SFB (Sofyan Basir)," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Yuyuk Andriati dalam keterangan tertulisnya, Senin (6/5).
Direktur Utama PT. PLN, Sofyan Basir ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 23 April yang lalu. Sofyan diduga terlibat dalam kasus kesepakatan kontrak kerjasama proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.
KPK menduga Sofyan Basir membantu mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih untuk menerima hadiah atau janji dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johanes Budisutrisno Kotjo terkait kesepakatan kontrak kerjasama Pembangunan PLTU Riau-1. Ia diduga menerima janji dengan mendapatkan bagian yang sama besar dari jatah Eni M Saragih dan Idrus Marham.
Keterlibatan Sofyan dimulai sejak Oktober 2015. KPK mengatakan Direktur PT Samantaka Batubara, Rudi Herlambang mengirimkan surat kepada PLN untuk memasukan proyek itu ke dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero). PT Samantaka merupakan anak usaha Blackgold Natural Resources Limited,
Namun respon positif tidak kunjung diterima, akhirnya pemegang saham Blackgold Natural Resources, Ltd Johanes Budisutrisno Kotjo mencari jalan lain. Kotjo mencari bantuan lewat Setya Novanto. Kemudian Novanto memperkenalkan Kotjo dengan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih. Eni pun diminta untuk mengawal proyek pembangunan PLTU Riau-1 itu.
Terkait itu, telah terjadi beberapa kali pertemuan yang dihadiri sebagian atau seluruh pihak seperti Sofyan Basir, Eni Maulani Saragih dan/atau Johanes Budisutrisno Kotjo membahas proyek PLTU ini.
Sementara kala itu tahun 2016 Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan belum terbit. Beleid yang menugaskan PT. PLN (Persero) menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK). Sementara KPK menduga Sofyan telah menunjuk PT Samantaka untuk mengerjakan proyek di PLTU Riau-1.
Kotjo pun menggandeng investor yang bersedia menggarap proyek ini. Yakni perusahaan asal China, China Huadian Engineering Corporation Ltd (CHEC). Kotjo melakukan kesepakatan fee 2,5% atau $US 25 juta jika dapat proyek PLTU Riau-1 ini.
Hingga juni 2018 KPK mengidentifikasi sejumlah pertemuan. Baik yang dihadiri oleh seluruh yang terlibat maupun sebagian. Namun orang menurut KPK orang yang terlibat dalam pertemuan itu antara lain, Sofyan Basir, Eni Saragih, Johannes Kotjo dan beberapa pihak lain.
Dari sejumlah pertemuan itu dibahas penunjukan Kotjo sebagai penggarap proyek oleh Sofyan. Bahkan Sofyan meminta Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN, Supangkat Iwan Santoso untuk berhubungan dengan Eni dan Kotjo. Selain itu juga dibahas kontrak antara CHEC dengan perusahaan-perusahaan konsorsium.
Sofyan meruapakan tersangka ke-4 yang menjadi pesakitan Lembaga Antirasuah dalam kasus kesepakatan kontrak kerjasama proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1 ini. Setelah sebelumnya Kotjo,Eni dan Idrus yang sudah dinyatakan bersalah dan putusannya sudah inkrah.