Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan kepala daerah sebagai tersangka. Kali ini Wali Kota Dumai, Zulkifli Adnan Singkah ditetapkan sebagai tersangka perkara dugaan suap terkait pengurusan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) Kota Dumai pada APBN-Perubahan Tahun 2017 dan APBN 2018.
Dalam kasus ini, KPK menduga Zulkifli melakukan dua tindak pidana korupsi. Pada perkara pertama, Zulkifli diduga memberikan suap kepada pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Yaya Purnomo terkait dengan pengurusan anggaran DAK APBN-P Tahun 2017 dan APBN Tahun 2018 Kota Dumai.
Sedangkan untuk perkara kedua, wali kota ini diduga menerima gratifikasi berupa uang dan fasilitas kamar hotel di Jakarta dari pihak pengusaha yang mengerjakan proyek di Kota Dumai.
"Gratifikasi tersebut diduga berhubungan dengan jabatan tersangka dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, serta tidak dilaporkan ke KPK dalam waktu paling lambat 30 hari Kerja," kata Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (3/5).
Lebih lanjut Syarif mengatakan, penyidikan ini merupakan pengembangan dari perkara mantan pejabat Kemenkeu Yaya Purnomo. Dalam kasus itu diketahui ada suap terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah dalam RAPBN Perubahan Tahun Anggaran 2018.
Dalam pengembangan perkara dan fakta persidangan KPK menemukan sejumlah bukti penerimaan lain oleh Yaya Purnomo dari berbagai pihak. Selain itu, lembaga antirasuah juga menemukan peran-peran dari pihak lain dari kasus ini.
Yaya sendiri telah divonis 6,5 tahun penjara pada Februari 2019. Majelis Hakim menyatakan Yaya terbukti bersalah menerima suap bersama anggota DPR Amin Santono, dan mantan Bupati Lampung Tengah, Mustafa.
"Dalam pengembangan perkara kali ini, KPK telah mencermati proses penyidikan dan fakta-fakta persidangan hingga pertimbangan hakim pada perkara sebelumnya. Setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup tentang dugaan keterlibatan pihak lain," ungkapnya.
Konstruksinya, pada perkara pertama Zulkifli memberikan uang total sebesar Rp550 juta kepada Yaya Purnomo, dan kawan-kawan untuk pengurusan anggaran DAK APBN-P Tahun 2017 dan APBN Tahun 2018 Kota Dumai.
Sebelumnya, KPK mengidentifikasi adanya pertemuan antara Zulkifli dengan Yaya Purnomo. Dalam pertemuan itu diduga ada kesepakatan fee 2% untuk mengurus DAK Pemerintah Kota Dumai itu.
Kemudian, pada Mei 2017, Pemerintah Kota Dumai mengajukan pengurusan DAK kurang bayar Tahun Anggaran 2016 sebesar Rp22 miliar. Dalam APBN Perubahan Tahun 2017, Kota Dumai mendapat tambahan anggaran sebesar Rp22,3 miliar. Tambahan ini disebut sebagai penyelesaian DAK Fisik 2016 yang dianggarkan untuk kegiatan bidang pendidikan dan infrastruktur jalan.
Kemudian pada pertemuan kedua, Zulkifli kembali menemui Yaya Purnomo. Pertemuan itu membahas pengajuan DAK tahun anggaran 2018 Kota Dumai. Yakni untuk pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah dengan alokasi Rp20 miliar, dan pembangunan jalan sebesar Rp19 miliar. Untuk memenuhi komitmen fee, Zulkifli diduga mengumpulkan uang dari pihak swasta yang menjadi rekanan proyek di Pemerintah Kota Dumai.
Sedangkan pada perkara kedua, wali kota ini diduga menerima gratifikasi berupa uang Rp50 juta dan fasilitas kamar hotel di Jakarta. Penerimaan gratifikasi diduga terjadi dalam rentang waktu November 2017 hingga Januari 2018.
Dalam perkara pertama, Zulkifli dijerat melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan untuk perkara gratifikasi, Zulkifli disangka melanggar Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.