Home Gaya Hidup Penulis Puthut EA Rayakan 20 Tahun Berkarya

Penulis Puthut EA Rayakan 20 Tahun Berkarya

Sleman, Gatra.com - Muda-mudi memadati auditorium Lembaga Indonesia Perancis di Sagan, Kota Yogyakarta, dalam acara peluncuran buku “Jalan Bercabang Dua di Hutan Kesunyian” karya penulis Puthut EA pada Kamis (2/5) malam. Buku ini sekaligus menandai 20 tahun perjalanan berkarya Puthut EA sebagai penulis.

Penampilan kelompok Kopibasi, diselingi pembacaan puisi-puisi Puthut EA dalam buku “Jalan Bercabang Dua di Hutan Kesunyian” oleh Rabu Pagisyahbana, Annisa Hertami, dan the Mathorian, mengawali acara ini.

Tulisan dalam buku ini awalnya ditujukan Puthut untuk pameran seni rupa Jumadi Alfi dan Andy Dewantoro. Puthut mengatakan, puisi-puisi dalam buku ini adalah hasil interpretasi terhadap dua karya perupa tersebut.

Saat menerbitkan karya Puthut, penerbit Shira Media menyandingkan puisi Puthut dengan karya seni rupa Bambang Nurdiansyah. Perupa yang akrab disapa Bengbeng itu pun menyumbang sekitar 80 karya seni.

Materi di buku “Jalan Bercabang Dua di Hutan Kesunyian” adalah puisi Puthut dan lukisan Bengbeng yang saling bersanding. Namun menurut ulasan kurator Arham Rahman, buku semacam ini bukanlah hal yang baru.

“Sayang, metafor lukisan Bambang sebagai interpretasi puisi Puthut terlalu literal,” ujar Arham.

Puthut EA malah ragu bila karyanya dalam “Jalan Bercabang Dua di Hutan Kesunyian” pantas disebut sebagai puisi. “Saya menyebutnya prosa lirik,” ujar Puthut.

Aktor Gunawan Maryanto yang turut menjadi pembicara di peluncuran buku ini mengatakan, puisi Puthut mengingatkan pada prosa lirik karya penulis Linus Suryadi.

Namun, Gunawan bilang bahwa karya Linus terikat, sedangkan Puthut tidak. “Puthut mampu menghidupkan kalimat,” ujarnya.

Menulis, bagi Puthut, adalah pelampiasan daya kreatif. Puthut berkata, ia menulis setiap hari meski tidak diterbitkan.

“Hanya dua hal yang bisa saya lakukan, memimpin revolusi dan menulis,” ujarnya berkelakar.

Bagaimanapun, kata dia, tulisan tidak dapat dibuat ulang. Tulisan dipengaruhi kondisi psikologis tertentu. Untuk itu, ia berpesan agar penulis-penulis muda merasa hebat. Dengan begitu, tulisan mereka pun akan jadi hebat.

Saat diskusi, Nabila, salah satu hadirin, menanyakan proses berkarya Puthut di tengah persoalan sehari-hari.

Puthut pun bercerita bahwa ia terbiasa menyelesaikan tulisan. Membiarkan tulisan tidak tuntas adalah kebiasaan yang buruk. “Tulisan yang baik adalah tulisan yang tuntas,” pungkas Puthut.

Reporter: Abilawa Ihsan

 

 

1297