Pontianak, Gatra.com - Ratusan nelayan Kelong dan Togo atau Jermal asal Sungai Kunyit, Kabupaten Mempawah, menggelar aksi damai ke Kantor Gubernur Kalimantan Barat, Jalan Ahmad Yani, Pontianak, Kamis (2/5).
koordinator lapangan, Rizal yang juga merupakan satu diantara nelayan Kelong menyebutkan ratusan nelayan ini menuntut ganti rugi dari pihak Pelindo terkait dampak pembangunan Pelabuhan Internasional Kijing, yang telah mematikan mata pencaharian mereka.
"Selama belum ada ganti rugi nelayan, kami akan memberhentikan dulu proyek pengerjaan pelabuhan," ancamnya.
Di hadapan Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidj, para nelayan tradisional ini mengaku uang ganti rugi yang diberikan pihak Pelindo tidak sesuai dengan yang dijanjikan.
Para nelaytan itu mengungkapkan janji pihak Pelindo, mereka akan diberikan ganti rugi hingga Rp150 juta per nelayan namun kenyataanya tidak sesuai yakni hanya Rp12juta. Setidaknya ada 62 nelayan kelong dan 49 nelayan togo yang terdampak pembangunan Pelabuhan Internasional Kijing.
"Kelong saya sudah 22 tahun lebih tapi mau diganti rugi Rp59 juta dan hanya sekali sedangkan mata pencaharian kami sudah tidak beroperasi," jelasnya.
Sutarmidji yang menemui langsung pendemo mengatakan bahwa dirinya akan membantu menyelesaikan permasalahan yang tengah di hadapi masyarakat nelayan terkait Kelong dan Togo atau Jermal.
Ia mengatakan dirinya memahami kondisi masyarakat sekitar, yang kehilangan pekerjaan.
"Mereka kan kehilangan pekerjaan secara permanen, ini yang perlu difikirkan oleh pemerintah, maupun investor, dalam hal ini Pelindo 2," ungkapnya.
Terhadap adanya warga yang belum menyetujui nilai ganti rugi dari pihak Pelindo, Sutarmidji menyarankan untuk menyelesaikan permasalahan melalui pengadilan.
"Nanti di pengadilan bisa saja terjadi damai, sehingga ada landasan hukum bagi Pelindo untuk berpedoman atas keputusan - keputusan yang sudah ada," paparnya.
Midji berharap semua jenis pekerjaan yang dapat dikerjakan oleh warga mantan nelayan Kelong dan Togo atau warga nelayan yang terdepak, dapat bekerja dan bisa memiliki usaha di pelabuhan.
"Nelayan nantinya bisa bekerja di usaha - usaha di situ, contohnya TKBM (tenaga kerja bongkar muat), TLBM harus dimiliki keluarga besar nelayan, kecuali pengelolanya kalau tidak ada yang profesional, maka dia boleh ambil orang, kalau ada, biarkan ambil mereka," katanya.
Bahkan, Midji menginginkan dalam proses pembangunan Pelabuhan Kijing, masyarakat lokal juga dapat sumber penghasilan pengganti. Misalnya kebersihan, taman, dan sebagainya, nanti akan diwadahi, disiapkan unit usaha, sehingga dapat mengembalikan sumber penghasilan nelayan terdampak pembangunan.
"Pemda akan bantu untuk melatih 30 orang untuk tenaga satpam di pelabuhan, nanti silakan di mana - mana itu nanti," katanya.