London, Gatra.com - Parlemen Inggris menyinggung para eksekutif Twitter dan Facebook tentang bagaimana penanganan kedua media sosial itu terhadap penyalahgunaan konten. Anggota parlemen berpendapat bahwa hal tersebut bisa merusak prinsip-prinsip demokrasi.
Anggota Parlemen dari Partai Nasional Skotlandia, Joanna Cherry mengungkapkan adanya tweet yang berisi konten kasar dan tidak cepat dihapus oleh Twitter. Selain itu, dia juga mempertanyakan bagaimana algoritma yang digunakan untuk mengidentifikasi konten yang kasar secara otomatis.
“Sebenarnya ini adalah bagian dari pola di mana Twitter hanya meninjau kebijakannya ketika ditekan oleh publik,” kata Cherry dilansir BBC, Rabu (1/5).
Anggota parlemen lainnya, Karen Buck mengatakan, algoritma media sosial mungkin tidak bisa mengidentifikasi pesan yang mengindikasikan ancaman. Dia mencotohkan kasus Jo Cox, anggota parlemen yang dibunuh pada Juni 2016. Ketika ada pesan seperti "Anda akan mendapatkan apa yang Jo Cox alami" yang bisa jadi adalah ancaman pembunuhan, mungkin algoritma tidak akan memblokirnya.
“Algoritma mungkin tidak mengidentifikasi pesan seperti itu,” kata Buck.
Keresahan parlemen Inggris juga diperkuat dengan pernyataan Ketua Komite Hak Asasi Manusia Harriet Harman yang menyebutkan bahwa secara umum, anggota parlemen telah melihat ancaman demokrasi di media sosial.
"Ada pandangan kuat di antara anggota parlemen bahwa apa yang terjadi di media sosial adalah ancaman bagi demokrasi," ujar Harman
Menanggapi persoalan mengenai penyalahgunaan konten tersebut, Kepala Kebijakan Publik Facebook Inggris, Rebecca Stimson, mengungkapkan bahwa media sosial mereka memiliki keterbatasan. Dari 2 juta konten bermuatan negatif, hanya 15% yang mampu diidentifikasi algoritma.
"Mesin-mesin itu tidak dapat mengerti apa artinya ancaman saat ini," kata Ms Stimson.
Sementara itu, Perwakilah Twitter, Katy Minshall bersikeras menyanggah tudingan yang menyebutkan bahwa perusahaan sepenuhnya mengandalkan pengguna untuk melarang konten bermuatan negatif.
Namu demikian, Katy mengakui bahwa masih ada banyak hal yang perlu dilakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut, tetapi upaya yang dilakukan Twitter, hasilnya terus menunjukan peningkatan.
“Saya pikir [penyalah gunaan konten] itu benar-benar situasi yang tidak diinginkan,” kata Minshall.
Baik Facebook dan Twitter mengatakan bahwa jejaring sosial mereka berupaya meningkatkan sistem secara bertahap untuk menandai dan memblokir konten negatif secara lebih proaktif, bahkan sebelum diposting pengguna.