Surabaya, Gatra.com – Tujuh organisasi mahasiswa Jawa Timur yang tergabung dalam Cipayung Plus menyerukan agar panggilan cebong dan kampret yang mengemuka pada masa kampanye untuk segera diakhiri. Begitu tudingan kecurangan yang dialamat ke penyelenggara Pemilu.
“Mari kita setop urusan cebong dan kampret. Masyarakat menginginkan pembangunan Indonesia berjalan,” kata Ketua Umum PMII Jatim Abdul Ghoni mewakili tujuh organisasi mahasiswa dalam konferensi persa di Rumah Makan Agis Surabaya, Selasa (30/4/2019) malam.
Selain Ghoni, turut pula menyertai Ketua HMI Yogi Pratama, Ketua KAMMI Rijwl Rachman, Ketua GMNI Nabrisi Rohid, Ketua GMKI Ridwan, Ketua KMHDI Wayan, dan Ketua PMKRI Aldo.
Tujuh aktivis mahasiswa itu merasa bertanggungjawab menyerukan hal tersebut. Sebab, suasana masyarakat di tingkat akar rumput tidak nyaman. Antar tetangga dan teman terjarak oleh cap cebong dan kampret.
Ghoni menilai pelaksanaan Pemilu 2019 telah berjalan lancar dan damai. Ia berharap agar semua pihak menunggu pengitungan resmi KPU pada 22 Mei 2019 mendatang. Saling kemenangan antar kontestan Pemilu justru akan meresahkan masyarakat.
Menurut Ghoni, narasi kecurangan atau menyalahkan penyelenggara Pemilu, harus dihentikan. Bila ditemukan ada kecurangan, sebaiknya ditempuh dengan menggunakan upaya hukum yang sah seuai amanah konstitusi.
"Jika menemukan pelanggaran, laporkan aja ke Bawaslu. Jika itu berkaitan dengan sengketa hasil pemilu, sampaikan ke MK. Jika ada penyelenggara pemilu yang berpotensi nakal maka sampaikan saja ke DKPP,” sambung Ketua Umum GMNI Jatim Nabrisi Rohid.
Menurut Nabrisi, wacana people power yang digaungkan oleh beberapa elit politik merupakan salah satu upaya untuk mendelegitimasi penyelenggara KPU, baik KPU maupun Bawaslu.
"Tidak perlu adanya people power, karena itu inkonstitusional. Hormati penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu),” tegasnya.
Reporter: Abdul Hady JM
Editor: Bernadetta Febriana