Home Politik Rekomendasi Sistem Informasi Kubu 02 untuk Situng KPU

Rekomendasi Sistem Informasi Kubu 02 untuk Situng KPU

Jakarta, Gatra.com - Praktisi Informasi dan Teknologi Sahabat Prabowo-Sandi (Padi) Institut Teknologi Bandung, Hairul Anas Suadi memberikan saran untuk Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) besutan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Saran tersebut diberikan tak lepas dari sorotan timnya soal proses situng yang dinilai janggal. "Kalau melihat (ini masalah) social engineering, ada oknum orang dalam bukan intruder sebenarnya. Intruder itu sebatas pengganggu," terang Anas, saat konferensi pers terkait Situng KPU di Seknas Prabowo-Sandi, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (30/4).

Hal utama yang disoroti oleh Anas adalah tingkat keamanan website atau segala piranti penyimpan data pemilu 2019. Ia menyebut, kata sandi atau password yang harusnya dibuat dengan tingkat keamanan yang berlapis.

"Mungkin password dikirim dengan cara yang tidak aman. Seharusnya password itu dikirim lewat ponsel orang yang bisa mengoperasikannya. Begitu mau masuk, harus konfirmasi dari tim terlebih dahulu. Seperti transaksi bank," jelas Anas.

Anas menyebut, model transaksi bank adalah standarisasi paling minim yang harusnya sudah bisa dilakukan oleh KPU. Semuanya harus terkonfirmasi.

"Kalau standar seperti transaksi bank itu tidak dilakukan oleh KPU dalam website tersebut dengan harga yang mahal, Rp24 triliun, itu pertanyaan besar. Berarti memang dia tidak ada kemauan," tutur Anas.

Masih soal password dan masalah berbagi data, Anas mengidekan jika kata sandi itu dibuat panjang dan karakternya dibagi menjadi beberapa bagian, yang dipegang masing-masing paslon juga pihak KPU dan Bawaslu. "Jadi kalau mau buka (data) harus ada empat pihaknya," terang Anas.

Sementara itu, soal salah pemasukan atau entri data yang keliru menurut kubu 02 harusnya dibuat dengan aplikasi dengan tingkat validasi yang tinggi.

Terkait aplikasi, Anas juga meminta KPU membuka semacam server agar ada proses transparansi. "Berikan ke IT paslon masing-masing untuk diperiksa. Apakah itu dimainkan atau tidak, nanti dijawab kedua tim paslon atau Bawaslu," jelasnya.

"Jika tidak mau karena intellectual copyright, maka kita juga bisa berikan aplikasi gratis sebagai sistem (baru) kepada KPU," imbuhnya.

Terakhir, ia hanya meminta KPU memberikan Application Programming Interface (API). Kegunaan API sendiri untuk menghubungkan back end dengan front end.

"Aplikasi Situng itu harusnya bisa disalurkan ke semua pihak yang berkepentingan, stakeholder. Bukan hanya ke web KPU. Jadi kita bisa ngontrol juga, valid atau tidak," jelas pengembang aplikasi ini.

Dari situ, lanjutnya, ada proses pemantauan dari masyarakat, terlebih soal surat suara yang masuk. "Jadi kalau mau menginput suara, misalnya lebih dari 300, itu sudah tidak bisa. Ini kan masalahnya semua ditabrak, satu TPS bisa lebih dari 300 data," paparnya.

Dalam konferensi itu Anas memberikan kesimpulan bahwa alur hingga sistem dalam web yang digunakan KPU itu dinilai janggal dan mencurigakan. Ia pun mempertanyakan kebenarannya.

"Kesimpulannya IT KPU itu janggal dan mencurigakan. Ini disengaja atau tidak? Ini merupakan alat penggiringan atau alat bantu untuk pengontrol?" tanyanya.

1488