Home Pemilu 2019 Memakan Korban, Salah Siapa?

Pemilu 2019 Memakan Korban, Salah Siapa?

Jakarta, Gatra.com - Pemilihan Umum (Pemilu) serentak yang dilakukan pada 17 April 2019 memakan ratusan korban dari petugas penyelenggara dan pihak keamanan. Ada anggapan bahwa keterpaksaan undang-undang (UU) pemilu yang akhirnya menyebabkan kompleksitas pada prosesnya.

Menurut Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, tidak ada yang memprediksi bahwa kejadian pada saat proses penyelenggaraan pemilu serentak ini akan menjadi rumit hingga menyebabkan sejumlah petugas KPPS kelelahan, bahkan meninggal dalam tugas.

"Jadi hanya diketahui bahwa pemilu serentak 5 surat suara ini bukan orisinil dari pembuat undang-undang, bukan produk yang dihasilkan oleh DPR dan pemerintah sebagai sebuah kesepakatan orisinil/otentik. Pemilu serentak 5 surat suara ini merupakan putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai hasil dari uji materi yang memang dianggap tidak ada lagi pilihan selain untuk melaksanakan," ujar Titi saat ditemui di Ombudsman RI, Jakarta, Selasa (30/4).

Menurutnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengantisipasi beban kerja pada saat pelaksanaan dari yang seharusnya pemilih berjumlah 500 per TPS diturunkan menjadi 300 pemilih per TPS.

"Tapi problem utamanya ada pada UU Pemilu. Ketika UU Pemilu dibuat terlalu banyak orientasi waktu yang dihabiskan untuk mendiskusikan soal sistem pemilunya. Tetapi tidak banyak waktu untuk membahas dampak teknis dari pemilu serentak," ungkapnya.

Titi menilai UU memang telah berusaha menurunkan usia petugas KPPS dari semula berusia 25 tahun menjadi 17 tahun. Namun, di saat yang sama, UU Pemilu juga tidak memperhitungkan kompleksitas beban dan teknis di lapangan.

"UU Pemilu tidak cukup memadai di dalam memperhitungkan dampak beban pemilu serentak 5 surat suara, beserta segala kompleksitas teknis yang timbul akibat penyelenggaraan pemilu serentak 5 surat suara tersebut. Sehingga, KPU tidak punya ruang gerak yang lebih leluasa karena sudah dikunci oleh UU," ujarnya.