Jakarta, Gatra.com - Tuduhan kecurangan pada Pemilu 2019 semakin ramai diperbincangkan. KPU sebagai pelaksana Pemilu kerap menjadi sasaran tembak dari tuduhan-tuduhan kecurangan.
Menurut Romli Atmasasmita, pakar hukum pidana Universitas Padjadjaran, bahwa tuduhan kecurangan dan konspirasi secara terstruktur, sistematis dan massif (TSM) oleh pendukung capres 02 terhadap KPU, dan pemerintah telah dilakukan secara terbuka dan berulang. “Tanpa niat baik, dilanjutkan dengan mekanisme Undang-undang yang berlaku,” ujarnya.
Belum lagi dengan hasutan Habib Rizieq Shihab yang mengajak pendukung dan simpatisan capres 02 untuk menduduki KPU jauh sebelum hasil hitungan diumumkan merupakan bentuk hasutan dan ancaman untuk melakukan tindak pidana. “Dan itu pelanggaran sistem demokrasi Pancasila dan UUD 1945,” tegas Romli.
Pemerintah, lanjutnya, secara simultan menyampaikan himbauan, mengingatkan dan memperingatkan agar pihak-pihak tersebut segera menghentikan tuduhan-tuduhan curang tanpa bukti kuat. “Dan diminta untuk menggunakan mekanisme hukum yang berlaku, tetapi tidak dipedulikan,” jelasnya.
Fakta ini menjadi petunjuk adanya niat mendelegitimasi eksistensi pemerintah dan KPU. “Ini merupakan pelanggaran konstitusional,” ujarnya. Pemerintah, demi tegaknya hukum, perlu segera mengambil langkah-langkah hukum preventif dan represif terhadap tindak pidana terkait pelaksanaan UU Pemilu dan Pilpres 2019.