Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali kaji untuk penahanan narapidana koruptor di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Nusakambangan. Ketua KPK, Agus Rahardjo mengharapkan kebijakan itu dapat terealisasi tahun ini.
"Kami sudah bicara dengan Bu Dirjen (Dirjen PAS Kemenkumham) juga bagaimana bisa pimpinan akan membuktikan kepada jaksa KPK supaya 2019 menjadi masukan (Narapidana koruptor) kesana (Nusakambangan) dan akan memberikan efek jera," kata Agus dalam diskusi Menggagas Kualitas Lapas di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (30/4).
Agus menceritakan pengalamannya selama dua hari meninjau Lapas Nusakambangan. Ia menilai realita permasyarakatan di Nusa Kambangan sesuai untuk narapidana tindak pidana korupsi.
"Di sana pelaku kejahatan luar biasa, ada bandar narkoba besar misalnya, nah tidak salahnya koruptor besar juga masuk ke sana," kata Agus.
Sementara di acara yang sama Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen Pas) Kemenkumham, Sri Puguh Budi Utami menjabarkan bahwa di Lapas Nusakambangan tedapat sejumlah lapas dengan fasilitas keamanan berbeda. Diantaranya Lapas Super Maximum Security untuk Bandar dan teroris, kemudian lapas Maximum security dan Lapas Minimum Security.
Hal itu masih terus didiskusikan jika nanti benar KPK akan menempatkan napi tipikor di Nusa Kambangan maka akan ditempatkan lapas dengan tingkat keamanan yang mana. Agus menyarankan agar tidak semua koruptor ditempatkan ke Nusa Kambangan. "Hanya untuk koruptor-koruptor dengan kategori yang merugikan keuangan negara yang besar saja," katanya. Selain itu juga untuk koruptor yang menjadi otak tindak perilaku korupsi itu sendiri.
"Kategori yang merugikan negara terlalu besar dan yang menjadi master mind-nya perlu dipikirkan dan ditempatkan disana, kategori yang konkret nanti perlu kita bicarakan bersama," tambah Agus.
Namun ada sejumlah rekomendasi yang perlu diperhatikan dalam menetapkan napi koruptor di Nusakambangan. Pertama, adanya akses atas sistem monitoring di dalam lapas bagi KPK/apgakum lain. Kedua, perlunya mekanisme assessment sesuai profil risiko napi korupsi yang layak dipindahkan ke Nusakambangan, dengan mempertimbangkan perilaku napi dan kapabilitas napi untuk menyimpangkan/merusak sistem.
Selanjutnya ketiga, ada ketersediaan fasilitas kesehatan yang layak serta mudah dijangkau guna mencegah penyalahgunaan izin berobat. Keempat, komunikasi/koordinasi Kemenkumham dengan apgakum terutama menyangkut napi MAP (masih ada perkara lain) atau justice collaborator. Dan terakhir kelima, pelaksanaan pemindahan secara bertahap, didukung anggaran dan pengamanan yang memadai serta pengelolaan kehumasan yang proporsional.