Jakarta, Gatra.com - Puluhan orang dari berbagai ormas berunjuk rasa di depan kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di Jakarta, Selasa (30/4). Tuntutannya, mendesak Bawaslu untuk meminta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melarang siaran hasil hitung cepat atau quick count di televisi. Sebab, quick count membuat keresahan di masyarakat baik di dunia nyata maupun di media sosial.
"Quick count adalah salah satu metode saintifik. Itu kita tidak membantah, tapi ketika implikasinya negatif di masyarakat, menimbulkan keresahan, Probo (Pro Prabowo) bilang menang di real count, Pojo (Pro Jokowi) bilang menang di quick count, nah itu satu fenomena yang terjadi yang seharusnya tidak boleh terjadi, namaun di dalam negara demokrasi itu sah-sah saja," papar Koordinator Lapangan Aksi Damai, Jalih Pitoeng di depan massa.
Pitoeng juga meragukan kebenaran sample yang dikirim oleh lembaga-lembaga survei penyelenggara quick count. "Secara akademik itu mungkin benar metodologinya, tapi apakah kita yakin bahwa apa yang dikirim dan dirandom itu adalah yang benar-benar ada?" katanya.
Ia merasa, secara faktual temuannya di lapangan kubu Prabowo-Sandi lebih banyak menang. Sementara, berbagai hasil hitung cepat menunjukkan Jokowi-Ma'ruf unggul.
"Kita ingin ini (tayangan quick count) di-stop menunggu sampai keputusan hasil rapat pleno hasil rekapitulasi KPU RI di Imam Bonjol pada tanggal 22 Mei yang akan datang," pungkasnya.