Jakarta, Gatra.com - Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 memakan korban, salah satunya adalah beberapa petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja, mengatakan, petugas KPPS baik yang menjadi korban maupun tidak pada Pemilu 2019 ini mengalami tekanan psikis.
"Petugas KPPS ini merasa takut dan tertekan. Alasannya, adanya ancaman akan mem-viralkan video yang akan dibuat oleh peserta Pemilu. Contoh, peserta Pemilu ini 'ngotot' ingin memberikan hak suaranya dengan bermodalkan e-KTP, tentu ini tidak bisa sembarangan karena mereka harus punya surat A5," kata Bagja di Ombudsman RI, Jakarta, Selasa (30/4).
Bagja menyampaikan, peserta Pemilu masih kurang edukasi untuk berpartisipasi pada Pemilu 2019. Peserta yang pindah lokasi Tempat Pemungutan Suara (TPS) mengancam akan mengambil memvideokan dan menyebarluaskannya di media sosial.
"Padahal aturannya jelas, undang-undang mengatakan, pemilih bisa menyalurkan suaranya dengan e-KTP dengan catatan ada dalam daftar pilih, salah satunya dengan mengurus A5," ujar Bagja.
Bawaslu mengimbau kepada masyarakat bahwa faktor penting dalam sistem Pemilu ini ada 1 hal yang tidak bisa ditawar, yaitu kepercayaan kepada negara. Ketika ada ketidakpercayaan kepada penyelenggara maka akan menambah beban kepada seluruh jajaran penyelenggara Pemilu.
"Kami harap agar bisa mengawasi proses Pemilu 2019 ini sampai selesai. Jangan viralkan kembali tuduhan kecurangan yang melibatkan penyelenggara dan KPPS, karena kami juga korban, akan ada pengaruh emosi tersendiri bagi kami korban jika dituduh melakukan kecurangan tersebut. Kami berharap ada empati dan simpati kepada penyelenggara," imbaunya.