Jakarta, Gatra.com - Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan Djalil menyerahkan sertifikat tanah berupa Hak Pakai kepada Polri melalui Kapolri, Tito Karnavian. Hak Pakai yang diterima Kapolri seluas 17,1542 Ha, yang merupakan eks HGU PT Estu Subur.
“Sejak tahun lalu, kami sudah melakukan penertiban tanah-tanah terlantar yang digunakan untuk kepentingan umum. Kami juga sudah memberikan kepada TNI di Sukabumi," kata Sofyan A. Djalil, usai penyerahan sertifikat di ruang menteri ATR/Kepala BPN, Kantor BPN, Jakarta, Senin (29/4).
Sofyan mengatakan bahwa dengan kerja sama dengan Polri, Kementerian ATR/BPN juga mampu melaksanakan pemberantasan mafia tanah. Diakuinya bahwa mafia tanah mempersulit kerja para jajaran di Kantor Wilayah BPN Provinsi maupun Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.
"Kini mafia tanah sudah berhasil ditindak, kami dapat mewujudkan ATR/BPN yang lebih baik," kata Sofyan.
Sementera itu, Kapolri Tito Karnavian mengapresiasi kerja Kementerian ATR/BPN dalam menyelesaikan tanah-tanah aset kepolisian di daerah.
"Salah satu contohnya di Palu serta Manokwari. Semuanya bisa diselesaikan secara clear," kata Tito.
Diketahui penyerahan sertifikat tanah itu seluas 23,82 hektare (ha) yang semula dikuasai PT Estu Subur melalui sertipikat HGU No. 1, No. 2 dan No. 3, yang terletak di Desa Karanggodan dan Desa Limbangan Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Pekalongan.
Penguasaan itu telah habis masa berlaku HGU-nya sejak tahun 2000 dan melalui SK Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nomor 8 dan 9/PTT-HGU/KEM-ATR/BPN/2017 tentang Penetapan Tanah Terlantar, lokasi eks HGU tersebut ditetapkan menjadi lokasi tanah terlantar.
Tanah terlantar, yakni tanah yang sudah diberikan hak oleh negara berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan, atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya.
Hal tersebut dinyatakan sebagai tanah terlantar apabila tanahnya tidak diusahakan, tidak dipergunakan atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan haknya.