Jakarta, Gatra.com - Setelah RUU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh (PIHU) disahkan, Komisi Pengawasan Haji Indonesia berencana akan mengajukan gugatan bila UU telah diundangkan di Lembaran Negara RI.
Hal tersebut diutarakan saat KPHI melakukan diskusi dengan media mengenai pengesahan RUU PIHU di kantor KPHI, Jakarta, Senin (26/4)
"KPHI memiliki mandat melakukan pengawasan, intinya langkah yg diambil KPHI didorong bukan oleh kepentingan perorangan tetapi didorong oleh kepentingan publik sebagaimana untuk bisa melindungi kepentingan jamaah, apa yang akan ditempuh setelah UU PIHU ini diundangkan yaitu melakukan yudisial review karena langkah itulah yg secara konstitusional legal dan bermartabat," kata Samidin Nashir.
Konsultan hukum Muhammad Joni mengatakan, dalam rangka untuk melakukan judicial review tim kolsultan hukum setidaknya sudah menyiapkan tiga pasal yang akan digunakan sebagai batu uji undang-ndang PIHU.
Muhammad Joni mengatakan pasal yang pertama adalah pasal 29 ayat 5 uud 1945 tentang menyelanggarakan ibadah menurut agama dan keyakinan masing-masing. "Mengapa ini menjadi batu uji? Karena jamaah mempunyai hak konstitusional dan hak secara keyakinannya untuk memasktikan penyelenggaraan haji ini sesuai keyakinannya," ujar Joni.
Yang kedua, batu ujinya adalah pasal 28b ayat 1 yaitu tentang perlindungan dan jaminan tentang kepastian hukum. Sedangkan yang ketiga adalah pasal 28g ayat 1 yang mengatur mengenai jaminan konstitusi terhadap harta dan benda terhadap masyarakat yang tidak boleh diambil secara sewenang-wenang.
Meski sudah menyebut pasal yang dijadikan uji batu RUU PIHU namun Joni mengungkapkan masih akan melengkapi apa saja yang menjadi dasarnya.
Sementara itu anggota tim konsultasi lainnya, Dudung Badrun berpendapat bahwa perlunya dilakukan yudicial review pada UU PIHU ini karena UU ini bersifat sangat absolut. "Jadi ini kalau kewenangan langsung ditelikung oleh undang-undang ini maka tata kelola negara ini akan mengalami kemunduruan," ujar Badrun.