Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Ketua DPRD Lampung Tengah (Lamteng) periode 2014-2019, Achmad Junaidi S, dan 3 anggota DPRD Lamteng. Penahan terkait status mereka sebagai tersangka kasus suap pinjaman kepada PT Sarana Multi Infrastruktur dan atau pengesahan APBD Pemkab Lamteng.
"Hari ini KPK melakukan penahanan untuk 4 tersangka kasus suap terkait pinjaman daerah Kabupaten Lampung Tengah kepada PT Sarana Multi Insfrastruktur dan atau Pengesahan APBD Kabupaten Lampung tengah tahun anggaran 2018," kata Febri Diansyah, juru bicara KPK di Jakarta, Senin (26/4).
Penyidik menahan tersangka Achmad Junaidi S (AJS) di Rumah Tahanan (Rutan) KPK K4. Sedangkan 3 anggota DPRD Lamteng periode 2014-2019 ditahan di 3 Rutan. Buyana (BU) ditahan di Rutan KPK K4.
"ZN [Zainudin] ditahan di Rutan Guntur dan RZ [Raden Zugiri] ditahan di Rutan KPK C1. Para tersangka ditahan untuk 20 hari ke depan terhitung tanggal 29 April sampai 19 Mei 2019," ujar Febri.
KPK menetapkan Bupati Lamteng periode 2016-2021, Mustafa, sebagai tersangka karena diduga menerima suap terkait sejumlah pengadaan barang dan jasa atau proyek di lingkungan Dinas Bina Marga Pemkab Lamteng tahun anggaran 2018 serta penerimaan-penerimaan lainnya (gratifikasi).
Mustafa diduga menerima fee dari ijon proyek-proyek di lingkungan Dinas Bina Marga dengan kisaran fee sebesar 10-20% dari nilai proyek. KPK menduga tersangka Mustafa menerima suap dan gratifikasi sekitar Rp95 miliar dan yang bersangkutan tidak melaporkannya kepada kepada Direktorat Gratifikasi KPK.
Dari catatan penerimaan dan pengeluaran, uang sekitar Rp95 miliar tersebut diterima dalam rentang waktu bulan Mei 2017 hingga Februari 2018 dan dipergunakan untuk kepentingan tersangka Mutafa. Adapun rincian penerimaan Mustafa yakni sebesar Rp58,6 miliar dengan kode IN BM berasal dari 179 calon rekanan dan Rp36,4 miliar dengan kode IN BP berasal dari 56 calon rekanan.
Uang sekitar Rp95 miliar di antaranya Rp12,5 miliar dari pemilik PT Sorento Nusantara, Budi Winarto alias Awi dan dari pemilik PT Purna Arena Yudha, Simon Susilo. Uang sejumlah tersebut kemudian diduga diberikan Mustafa kepada Anggota DPRD Kabupaten Lamteng.
KPK menetapkan Budi Winarto (BW) dan Simon Susilo (SS) sebagai tersangka kasus dugaan suap terhadap Bupati Lampung Tengah (Lamteng) periode 2016-2016, Mustafa (MUS).
Budi Winarto diduga menyuap Mustafa sejumlah Rp5 miliar terkait ijon proyek paket pekerjaan ruas jalan di Kabupaten Lamteng senilai Rp40 miliar. Sedangkan Simon Susilo memberikan uang sejumlah Rp7,5 miliar kepada Mustafda atas fee 10% untuk ijon 2 proyek paket pekerjaan peningkatan jalan di Kabupaten Lamteng senilai Rp76 miliar.
KPK menyangka Budi Winarto dan Simon Susilo melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Adapun uang Rp12,5 miliar dari dua bos di atas diberikan kepada sejumlah anggota DPRD Lamteng. Tujuannya untuk memuluskan pengesahan APBD Kabupaten Lamteng tahun anggaran 2017 sejumlah Rp1,825 miliar, pengesahan APBD Kabupaten Lamteng tahun 2018 sebesar Rp9 miliar, dan Rp1 miliar untuk pengesahan pinjaman Pemkab Lamteng kepada perusahaan daerah PT SMI.
KPK menyangka Mustafa selaku penerima suap dan gratifikasi melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 KUHP.
Terkait kasus ini, KPK juga menetapkan Ketua DPRD Lamteng periode 2014-2019, Achmad Junaidi S (AJ); dan 3 orang anggota DPRD Lamteng periode yang sama, yakni Bunyana (BUN), Raden Zugiri (RZ), dan Zainudin (ZAI) sebagai tersangka.
Mereka diduga menerima suap terkait persejutuan pinjaman daerah kepada PT Sarana Multi Infastruktur (SMI) sebesar Rp300 miliar untuk pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan di Lamteng. Kemudian, terkait pengesahan APBD Lamteng tahun anggaran 2017 dan pengesahan APBD Kabupaten Lamteng tahun anggaran 2018.
KPK menyangka keempat anggota dewan di atas melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.