Jakarta, Gatra.com - Anggota Bawaslu, Mochammad Affifudin mengatakan faktor kesulitan yang dihadapi oleh penyelenggara pemilu untuk menyelenggarakan pemilu di luar negeri yakni mendata Daftar Pemilih Tetap ( DPT) dari TKI atau buruh migran.
"Catatan Bawaslu, di banyak negara seperti Timur Tengah dan Asia. Paspor pekerja Indonesia ditahan oleh majikan. Tidak semua majikan itu kooperatif atas situasi yang diinginkan," ujar Affif di Gedung Bawaslu, Jakarta Pusat, Senin (29/4).
Untuk urusan pencatatan pemilih di luar negeri juga menjadi tantangan tersendiri. Meski Bawaslu ada di 34 negara dengan jumlah pemilih lebih dari 5.000. Alhasil Bawaslu membentuk tim pengawas luar negeri.
Affif mencontohkan pemilih di London mencapai 3000 pemilih. Data tersebut diterima Bawaslu dari Dukcapil. Namun setelah dicek ulang, data pemilih malah bertambah menjadi 7000 pemilih.
"Ini dampak dari banyaknya mahasiswa yang kemudian lebih memilih sekolah di Inggris begitu. Akhirnya kita mendadak membuat panwaslu, 2 bulan sebelum April kemarin," ujarnya.
Faktor lainnya ialah mindset dari pemilih yang harus memahami jadwal pencoblosan dimasing-masing negara. Untuk luar negeri, lanjut Affif, jadwal pencoblosan di Asia mayoritas pada 14 April. Sedangkan di beberapa negara Eropa dan Amerika dilakukan pada 13 April.