Jakarta, Gatra.com - Koordinator Project Manager PT. Tashida Sejahtera Perkasa (TSP), Yuliana Enganita Dibyo, menyebut perusahaannya tak ingin jadi bahan pergunjingan jika tak memenuhi permintaan pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Yuliana menyampaikan keterangan tersebut saat bersaksi bagi terdakwa Budi Suharto, Direktur Utama (Dirut) PT Wijaya Kesuma Emindo dalam sidang perkara suap terkait Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) pada Kementerian PUPR di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (26/4).
"Karena dia pejabat yang paling tinggi, kami tidak berani. Bila kami tidak memberi kami dipergunjingkan," ujar Yuliana.
Dia menyampaikan, pihaknya memberikan uang setelah ada permintaan dari pihak pejabat Kementrian PUPR yang menangani proyek SPAM di sejumlah daerah yang dikerjakan oleh PT WKE dan PT TSP.
"Kami memberikan kalau ada permintaan dari mereka (PPK SPAM) baru kami ajukan. Setelah pelaksaan, bilangnya operasional, ada pinjaman di proyek lain, izin-izin lain," kata Yuliana.
Dalam sidang perkara suap terkait proyek pembangunan SPAM pada Kementerian PUPR ini, jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menghadirkan beberapa orang saksi lainnya, yakni Direktur Keuangan PT. WKE dan Direktur PT. TSP, Irene.
Pemberian suap tersebut dimaksudkan agar Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) SPAM mempermudah kelancaran pengawasan proyek pembangunan SPAM yang proyeknya dikerjakan PT. WKE dan PT. TSP.
Dalam perkara ini, jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa, Budi Suharto, Lily, Irene, dan Yuliana bersama-sama menyuap sejumlah PPK pada Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR sejumlah Rp4,9 miliar terdiri dari Rp4,1 miliar dan US$38.000.
Adpaun pihak penerima suapnya yakni PPK SPAM Lampung, Anggiat Partunggul Nahot Simaremare sejumlah Rp1,35 miliar dan US$5.000. PPK SPAM Katulampa Meina Woro Kustinah, sebesar Rp1,42 miliar dan SGD23 ribu.
Selanjutnya, Kepala Satuan Kerja SPAM Darurat Teuku Moch Nazar sebesar Rp1,21 miliar dan US$33 ribu dan PPK SPAM Toba 1 Donny Sofyan Arifin sebesar Rp150 juta rupiah.
Penuntut umum KPK mendakwa Budi Suharto dkk melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau atau Pasal 5 (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.