Jakarta, Gatra.com - Kerjasama Belt and Road Inisiative antara Indonesia dan Cina yang telah dilaksanakan pada tanggal 25-28 April 2019 di Beijing berpotensi memiliki dampak buruk terhadap penurunan emisi karbon dan perubahan iklim karena proyek strategis yang diajukan sebagian besar adalah pembangunan listrik dengan energi batu bara.
Organisasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menyebutkan energi kotor masih mendominasi kerjasama tersebut. Hal itu disampaikan Juru Kampanye Nasional WALHI Edo Rakhman, proyek yang paling diminati swasta adalah pengadaan listrik. Dalam konteks ini mengacu pada swasta karena sebelumnya Menko Bidang Maritim Luhut Pandjaitan sebutkan bahwa skema yang dibangun adalah Business to Business dan tidak melibatkan APBN.
"Kalau kita tarik lebih spesifik terkait sektor yang paling diminati oleh sektor swasta mengelola ini ada 5 sektor terbesar. Soal pengadaan listrik ini masuk salah satu sektor yg akan menjadi fokus swasta di dalam berinvestasi dengan menggunakan hutang luar negeri," ujarnya di kantor Walhi Mampang, Jakarta Selatan (29/04).
Setidaknya proyek pembangkit listrik batubara masih mendominasi pinjaman sektor listrik di Belt and Road Initiative dan menyumbang porsi terbesar 42% dari pembiayaan sektor energi oleh bank-bank Cina pada tahun 2018.
Hal tersebut tentu bertentangan dengan upaya global untuk menurunkan emisi terutama dari sektor energi dari kesepakatan Paris Agreement, mengingat Indonesia dan Cina juga ada dalam bagian tersebut.
Hal tersebut juga ditegaskan oleh Manager Kampanye Keadilan Iklim dan Isu Global WALHI, Yuyun Pramono bahwa Cina malah sedang melanggengkan pembiayaan proyek energi kotor.
"Hal ini tentu bertentangan dengan upaya global untuk menurunkan emisi terutama dari sektor energi. Negara-negara lain sudah mulai meningggalkan energi kotor batubara, namun pemerintah Cina melalui pembiayaan bank-bank Cina justru melanggengkan ketergantungan terhadap energi fosil," ujarnya.
Tahun 2017, tiga bank Cina antara lain, China Contruction Bank, ICBC dan Bank of China termasuk dalam 10 Bank di dunia yang paling buruk karena membiayai energi fosil. Total pembiayaan tambang batu bara pada tahun 2015-2017 masing-masing adalah China Contruction Bank: USD 12.608 Juta, ICBC: USD 9.464 Juta, BoC: USD 8.215 Juta. Sedangkan total Pembiayaan PLTU Batubara masing-masing bank adalah ICBC: USD 13.463 Juta, China Contruction Bank: USD 13.264 Juta, BoC: USD 9.064 Juta.
Selain itu dari 28 Proyek senilai Rp 1.296 T yang ditawarkan oleh pemerintah Indonesia untuk didanai dalam kerangka Belt and Road Inititive juga masih terdapat proyek-proyek listrik energi kotor batubara antara lain: PLTU batubara berkapasitas 1.000 Mw Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI), Tanah Kuning, Mangkupadi di Kalimantan Utara. PLTU batubara berkapasitas 2x350 Mw di Celukan Bawang, Bali. PLTU Mulut Tambang Kalselteng 3 berkapasitas 2x100 Mw dan Kalselteng 4 berkapasitas 2x100 Mw, Kalimantan Tengah.