Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengagendakan pemeriksaan terhadap Direktur Utama PT Pertamina, Nicke Widyawati, Senin hari ini (29/4).
Nicke akan dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus suap kesepakatan kontrak kerjasama pembangunan PLTU Riau-1 dengan tersangka Direktur Utama non aktif PT PLN, Sofyan Basir.
Selain Nicke juga turut diperiksa sejumlah saksi dari unsur PLN, diantaranya Direktur Perencanaan Korporat PT PLN, Syofvi Felienty Roekman, Senior Vice President Legal Corporate PT. PLN, Dedeng Hidayat, dan Direktur Bisnis Regional Maluku dan Papua PT PLN Ahmad Rofik.
Para saksi akan diperiksa untuk tersangka SFB (Sofyan Basir),” kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah dalam pesan singkatnya, Senin (29/4).
Pemanggilan Nicke tersebut terkait dengan kapasitasnya sebagai mantan Direktur Pengadaan Strategis 1 PT PLN.
Sebelumnya Nicke juga sudah pernah menjalani pemeriksaan dalam kasus yang sama beberapa waktu yang lalu.
“Saya memberikan penjelasan seputar tupoksi saya sebagai mantan Direktur Perencanaan PT PLN,” ungkap Nicke usai menjalani pemeriksaan paad 17 September lalu.
Nama Nicke sendiri sempat beberapa kali disebutkan dalam persidangan kasus PLTU Riau-1 ini.
Namanya mencuat dalam fakta sidang dengan agenda pemeriksaan saksi Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN, Supangkat Iwan Santoso.
Supangkat mengakui bahwa Nicke ikut hadir dalam pertemuan Johanes Budisutrisno Kotjo, Eni Maulani Saragih dan Sofyan Basir di ruangan Sofyan.
Selain itu Nicke juga diketahui ikut dalam pertemuan di Hotel Fairmont. Saat itu dibicarakan mengenai persyaratan untuk mendapatkan PPA (perjanjian jual beli tenaga listrik/ power purchase agreement).
Dalam kasus ini KPK telah menetapkan Dirut non aktif PLN, Sofyan Basir (SFB) sebagai tersangka. Lembaga Antirasuah ini menduga Sofyan Basir membantu mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih untuk menerima hadiah atau janji dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johanes Budisutrisno Kotjo terkait kesepakatan kontrak kerjasama Pembangunan PLTU Riau-1.
“SFB diduga menerima janji dengan mendapatkan bagian yang sama besar dari jatah Eni M Saragih dan Idrus Marham,” kata Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, dalam konferensi pers pada Selasa (23/4).
Dalam kasus ini SFB disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.