Semarang, Gatra.com - Keriuhan mewarnai Kampung Bustaman, kota Semarang, Minggu (28/4). Seratusan warga saling serang di kampung yang padat penduduknya itu. Namun serangan itu menggunakan air: perang air, istilah penduduk setempat.
Kampung Bustaman memang mempunya tradisi unik untuk menyambut kedatangan bulan Ramadan 2015, yaitu dengan tradisi gebyuran. Warga rela berbasah-basah ria di sepanjang jalan kampung yang lebarnya hanya 3 meter itu.
Diawali dengan tarian dan doa dari sesepuh, warga yang telah bersiap dengan gayung ataupun ciduk, sudah memulai saling gebyur atau mengguyur. Tidak cuma anak-anak, para remaja dan orang tua ikut saling lempar plastik berisi air, sehingga mereka basah kuyub. Kemeriahan tradisi gebyuran ini dimulai sejak azan asar hingga magrib.
Salah satu tokoh warga Bustaman, Hari Bustaman, mengatakan bahwa tradisi Gebyuran Bustaman merupakan simbol untuk membersihkan dari segala kotoran menjelang Puasa. “Sebelum acara dimulai, tubuh kita kotori, dicoreng-coreng pakai bedak. Selanjutnya beramai-ramai berbasa-basah sampai kuyup,” kata Bustaman.
Berdasar catatan Hari, tradisi unik tersebut diadakan warga sejak puluhan tahun silam. Itu merupakan tradisi yang ditinggalkan oleh Kiai Bustaman, seorang tokoh agama yang meninggalkan banyak jejak budaya Islam di kota Semarang pada zaman kolonial Belanda.
Sekitar 300 warga dari RT 05/III Kampung Bustaman, Kelurahan Purwodinatan, yang mengikuti acara tersebut “Kita ingin melestarikan tradisi yang sudah berlangsung sejak puluhan tahun,” kata Hari.
Seusai acara, pengurus kampung setempat lalu mengajak warganya menyantap nasi gudangan di salah satu rumah milik warga. “Yang tubuhnya basah kena air enggak boleh marah karena habis itu kita mengajak mereka makan nasi gudangan bareng warga di sini untuk mempererat hubungan antarwarga,” kata Hari.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang, Indriyasari, mengatakan bahwa tradisi Gebyuran Bustaman merupakan salah satu ikon kota Semarang dalam menyambut datangnya Ramadan. “Kami akan melestarikan tradisi ini, dan menjadikan sebagai salah satu daya bagi wisatawan yang berkunjung di kota Semarang,” katanya.