Magelang, Gatra.com – Gerebek Getuk menjadi penutup rangkaian acara peringatan HUT ke-1.113 Pemerintah Kota Magelang. Dua gunungan getuk seberat 2 kuintal menjadi rebutan warga yang menghadiri acara itu.
Sebelum puncak acara Gerebek Getuk, Minggu (28/4), Pemerintah Kota Magelang mengadakan upacara peringatan hari ulang tahun yang jatuh pada 11 April 2019. Setelah upacara, acara dilanjutkan jalan santai dan pawai mobil hias pada 27 April 2019.
Getuk dipilih sebagai bahan penyusun gunungan yang merepresentasikan makanan khas Magelang. Dua gunungan yang masing-masing setingga 3,5 meter dan 2,5 meter itu dipanggul 18 laki-laki. Selain gunungan getuk, 17 kelurahan di Kota Magelang juga mempersembahkan gunungan palawija yang disusun dari aneka sayuran dan buah-buahan.
Wali Kota Magelang, Sigit Widyonindito, pada kesempatan terpisah menyatakan bersukur ata berkah keamanan, kenyaman, dan ketertiban di kota yang dipimpinnya. Sigit meminta masyarakat mensyukuri keberkahan tersebut dengan tetap menjaga silaturahmi. “Kita bersyukur kepada Tuhan akan karunia daan anugrah pencapaian yang baik. Segudang prestasi, keindahan, kebersihan, kenyamanan, ketertiban oleh masyarakat dan untuk masyarakat,” katanya.
Sekitar pukul 06.00 acara dimulai dengan pergelaran sendratari yang menggambarkan penyerahan Serat Kekancingan Tanah Pardikan dari Maharaja Rake Watukura Dyah Balitung kepada Pancapatih di Kampung Meteseh, Kelurahan Magelang, Kota Magelang. Serat Kekancingan Tanah Pardikan ini yang kemudian diakui sebagai cikal bakal berdirinya Kampung Mantyasih (sekarang Mateseh). Di Kampung Mateseh saat ini masih dapat dijumpai lumpang batu yang diyakini sebagai tempat upacara penetapan sima atau perdikan.
Prasasti Mantyasih antara lain menyebut penguasa Mataram Hindu, Maharaja Rake Watukura Dyah Balitung (898-910), yang menetapkan Desa Mantyasih sebagai tanah perdikan (daerah bebas pajak).
Tanggal yang tercantum dalam prasasti yaitu 829 Caka bulan Caitra tanggal 11 Paro-Gelap Paringkelan Tungle, atau Sabtu Legi 11 April 907 masehi, kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi Kota Magelang.
Pada abad ke-18, Magelang dijadikan sebagai pusat pemerintahan setingkat kabupaten dan Mas Ngabehi Danoekromo sebagai bupati pertama. Magelang kemudian berkembang menjadi ibu kota Karesidenan Kedu.
Semasa pendudukan Belanda, Magelang menjadi pusat lalu lintas perekonomian dan kota militer. Pada 1916, Belanda membangun menara air sebagai prasarana kota, dilanjutkan dengan pendirian perusahaan listrik tahun 1927.