Home Ekonomi Tembakau Temanggung yang Tak Lagi ‘Wangi’

Tembakau Temanggung yang Tak Lagi ‘Wangi’

Temanggung, Gatra.com – Alun-alun Kabupaten Temanggung, Sabtu (27/4), dipadati ribuan petani tembakau. Mereka meneguhkan kesetian hidup pada daun kretek.

Dikomandoi Pemerintah Kabupaten Temanggung, ribuan petani  turun gunung dari dusun-dusun pusat perkebunan tembakau di Kecamatan Ngadirejo, Wokodomo, Selopampang, dan Bansari. Tujuannya berdoa bersama pada acara “Slametan Wiwit Tembakau, Merti Bhumi Phala”. Ritual slametan digelar sebagai penanda  mulai musim tanam tembakau tahun 2019. Mereka berharap setelah selamatan  hasil panen berlimpah.

"Semoga musim tanam tahun ini hasilnya lebih baik. Bayarannya juga lebih baik,” kata Bupati Temanggung, Muhammad Al Khadzik, di hadapat para petani. Al Khadzik tidak menyangka antusiasme petani tembakau untuk menghadiri Slametan Wiwit Tembakau begitu tinggi. Padahal waktu persiapan acara ini  terbilang mepet.

“Saya menyaksikan sendiri, sejak pukul 6 pagi masyarakat mulai berdatangan dari santero kabupaten. Ada yang membawa ingkung, ada yang membawa tumpeng,” ujarnya.

Sekitar tiga ribu peserta dari anggota kelompok petani tembakau hadir  pada acara Slametan Wiwit Tembakau. Panitia menyiapkan 2 gunungan bumi dan rajangan tembakau yang pada puncak ritual menjadi rebutan para peserta.

Kabupaten Temanggung dikenal sebagai daerah penghasil tembakau kualitas terbaik di Indonesia. Diperkirakan, ada lebih dari 12 ribu-15 ribu hektare lahan tembakau di lereng Gunung Sumbing, Sindoro, dan Prau.

Tahun lalu, harga jual tembakau di Temanggung anjlok. Pada musim panen Oktober 2018, tembakau Temanggung grade F dan G hanya dihargai Rp 175 ribu per kilogram. Harga tersebut anjlok dibandingkan masa panen tahun sebelumnya yang berada di kisaran  Rp 300 ribu per kilogram. Padahal kualitas tembakau hasil panen tahun 2018  cukup baik.

Hasil jemuran daun tembakau dibagi ke dalam beberapa kelompok dari grade A yang kualitasnya paling rendah, hingga H yang paling bagus. Jika warna rajangan tembakau semakin mengarah ke hitam mengkilap, kualitasnya dinilai paling tinggi.

“Biaya produksi tembakau semakin tinggi. Harga jual tembakau semakin tidak menguntungkan, padahal, laju kebutuhan hidup petani terus naik,” kata Bupati. Melalui “Slametan Wiwit Tembakau” ia berharap, nasib petani berangsur-angsur mambaik. Dia meminta pemerintah pusat dan pelaku usaha ikut mendukung kesejahteraan petani.

808