Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjebloskan Managing Director PT Rohde and Schwarz Indonesia, Erwin Sya'af Arief ke sel tahanan terkait kasus suap pembahasan anggaran untuk Badan Keamanan Laut (Bakamla).
Tersangka EA [Erwin Sya'af Arief], Managing Director PT Rohde and Schwarz Indonesia ditahan selama 20 hari pertama," kata Febri Diansyah, juru bicara KPK di Jakarta, Jumat malam (26/4).
Penyidik lembaga antirasuah menjebloskan tersangka Erwin Sya'af Arief ke Rumah Tahanan (Rutan) cabang KPK di belakang gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
KPK menetapkan Erwin Sya'af Arief sebagai tersangka kasus suap terkait pengadaan satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla) setelah menemukan bukti permulaan yang cukup.
Erwin diduga bersama-sama membantu memberi atau menjanjikan sesuatu alias menyuap penyelenggara negara dengan maksud supaya melakukan atau melakukan sesuatu terkait pembahasan dan pengesahan RKA Kementerian/Lembaga dalam APBN-P tahun 2016 yang diberikan kepada Bakamla.
Penyidik mendapatkan fakta-fakta yang didukung dengan alat bukti berupa keterangan saksi, surat, barang elektronik, dan fakta persidangan bahwa Erwin diduga membantu Fahmi Darmawansyah selaku Direktur PT Meria Esa memberikan suap kepada Fayakhun Andriadi selaku Anggota Komisi I DPR RI periode 2014-2019.
Erwin diduga sebagai perantara suap antara Fahmi Darmawansyah dan Fayakhun mengirimkan rekening yang digunakan untuk menerima suap dan mengirimkan bukti transfer dari Fahmi kepada Fayakhun.
Jumlah uang suap yang diduga diterima Fayakhun Andriadi dari Fahmi adalah sebesar US$911.480 atau setara sekitar Rp12 miliar yang dikirim secara bertahap sebanyak 4 kali melalui rekening di Singapura dan Guangzhou, China.
Uang tersebut diberikan sebagai fee atas penambahan anggaran untuk Bakamla pada APBN Perubahan 2016 sebesar Rp1,6 triliun. Peran Fayakhun adalah mengawal agar pengusulan APBN-Perubahan disetujui DPR.
"Diduga kepentingan ESY membantu adalah apabila dana APBN-P 2016 untuk Bakamla RI disetujui, maka akan ada yang dianggarkan untuk pengadaan Satelit Monitoring yang akan dibeli dari PT Rohde&Schwarz Indonesia di mana ESY adalah managing director," katanya.
KPK menyangka Erwin Sya'af Arief melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 KUHP.
Penetapan tersangka ini merupakan hasil pengembangan perkara yang awalnya terbongkar melalui operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta sesaat setelah menyerahkan uang kepada Eko Susilo Hadi, Deputi Bidang Informasi, Hukum dan Kerja Sama Bakamla.