Jakarta, Gatra.com - Sidang perkara korupsi investasi yakni participating interest (PI) Pertamina sebesar 10% di Blok Basker Manta Gummy (BMG), Australia, tahun 2009 yang membelit terdakwa Karen Agustiawan terus bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Pada Kamis pekan ini, tim jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) menghadirkan sejumlah saksi di antaranya dari Tim Legal Hulu dan Korporat PT Pertamina yakni Genades Panjaitan selaku mantan Chief Legal Council and Complience serta dua mantan anggotanya, Uki Moh Masduki dan Cornelis Simanjuntak.
Dalam persidangan, Genades memastikan bahwa ada memorandum atau dokumen Dewan Komisaris (Dekom) Pertamina menyetujui akusisi atau IP di Blok BMG kepada direksi Pertamina pada tahun 2009.
"Benar Yang Mulia," kata Genades menjawab pertanyaan Soesilo Ariwibowo, salah satu kuasa hukum terdakwa Karen yang mengonfirmasi apakah clear Dekom memberikan persetujuan untuk akuisisi Blok BMG kepada direksi dan persetujuan itu cukup hanya sekali.
Genades kemudian merinci proses pemberian persetujuan Dekom untuk akusisi atau PI di Blok BMG. Ia mengaku menerima surat tembusan dari vice president business development kepada senior vice president Rembangnis.
Dalam surat tersebut memuat latar belakang kronologi termasuk aspek teknikal, komersial, dan sasaran jangka panjang perusahaan. "Kemudian tindak lanjut dari situ di kalimat terakhir disebut 'Mohon bantuan senior vice president Rembangnis termasuk korporat untuk memproses persetujuan direksi dan dekom'. Dari situ saja, saya oh ini lagi diproses untuk persetujuan dekom," ungkapnya.
Menurut Genades, dalam surat senior vice president business development kepada senior vice president Rembangnis itu juga melampirkan naskah memorandum direktur utama (dirut) Pertamina kepada Dekom.
"Sudah ada informasi persetujuan komisaris sudah ada. Bunyi kata-katanya memo tersebut adalah dewan komisaris menyetujui usulan direksi untuk mengikuti atau melakukan bidding project diamond," katanya.
Menurut Genades, persetujuan dekom merupakan keniscayaan karena Anggaran Dasar (AD) Pertamina Akta Nomor 3 Tahun 2009 yang berlaku saat itu, yakni pada Pasal11 Ayat 8 huruf c. Intinya, bahwa perbuatan direksi harus mendapat persetujuan tertulis dari dekom.
Adapun huruf c-nya yakni "Untuk mengambil atau sebagian atau seluruhnya atau ikut serta dalam participating interest dengan ketentuan bahwa terhadap partisipasi atau pendirian anak perusahaan dalam rangka pengeluaran wilayah kerja migas hulu yang telah diperoleh persetujuan pendirian anak perusahaannya dianggap telah diberikan pada saat disetujuinya rencana investasi di wilayah kerja hulu dalam rencana kerja dan anggaran perusahaan."
Sesuai ketentuan AD di atas, kata Genades, maka persetujuan dekom terkait IP Blok BMG termasuk bidding dan akuisisi itu hanya satu persetujuan sehingga direksi tidak perlu lagi memintanya.
"Nah, konteks di sini bidding yaitu tidak terpisahkan kalau Pertamina, dalam hal ini bidding menang menjadi kesatuan dengan akuisisi. Benar Yang Mulia [sama dengan AD]," ujarnya.
Terlebih, lanjut Genades, akuisisi juga sudah disetujui sehingga masuk dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP). Memang ada ketentuan harus mendapat persetujuan Rapat Umum Pemengang Saham (RUPS) meski akusisi sudah masuk dalam RKAP dengan catatan ada beberapa hal sesuai diatur Pasal 10 huruf c.
"Tapi bisa juga sudah ada persetujuan di RKAP kalau nilai material 2,5% dari revenue atau 5% sama dengan atau lebih dari equity itu tetap ke RUPS. BMG ini hanya 31,4 [juta US$], sementara kalau kita lihat revenue waktu itu 500 T, maka 2,5% itu mungkin sekitar 12,5 T, masih jauh. Dengan equitiy juga waktu itu 200 T, 5% itu 10 T tidak memenuhi treshold itu, sehinga tidak perlu persetujuan RUPS," ujarnya.
Atas keterangan tersebut, ?Ketua Majelis Hakim, Emilia Djajasubagja menanyakan kenapa Dekom tidak mengakui memberikan persetujuan setelah SPA ditandatangani, Genades, mengatakan tidak paham.
"Ya itu yang saya tidak pahami, kan itu menurut Dekom, saya kan hanya mengacu pada dokumen yang saya terima yaitu memorandum tanggal 30 April di mana pemahaman kami sebagai legal, ya itulah persetujuan melakukan akusisi," ujarnya.
Genades memastikan membaca memorandum atau surat persetujuan dari Dekom tersebut. Dalam memorandum itu, tidak terdapat catatan atau lampiran yang menyatakan bahwa dekom memberikan persetujuan tersebut dengan syarat tertentu atau bidding hanya untuk latihan.
"Tidak ada Yang Mulia. Ya [itu clear setuju bidding], kata-katanya seperti itu, saya sudah ucapkan di awal.? Tidak ada Yang Mulia [tidak ada sebenarnya tidak setuju]. Firm Yang Mulia," ucapnya.
Tim legal waktu itu juga mengkaji (review) beberapa masukan dari konsultan hukum ekternal Pertamina, Baker McKenzie Sydney. "Bener Yang Mulia, justru itu tugas kami memastikan bahwa risiko-risoko yang sudah diidentifikais oleh ekternal lawyer yang punya otorisasi untuk hukum Australi, kami pastikan bahwa itu di address dalam SPA," katanya.
Menurutnya, masukan itu masuk dalam 7 kategori yang mempunyai turunan yang dirunut mulai dari risiko terendah hingga tertinggi. Adapun soal operasi BMG diatur dalam Joint Operation Agremeent (JOA), ketika Emilia menanyakan apakah dalam SPA tidak mengatur soal operasi.
"Terkait dengan berhentinya produksi, tidak ada hubungannya dengan temuan dari Delloite Konsultan Indonesia dan Backer McKezie, melainkan murni karena kondisi sub-surface (bawah tanah) dan cuaca, yang tidak bisa diidentifikasi dan tidak mungkin dijamin oleh pihak mana pun di dunia ini," ujarnya.
Saksi Cornelius juga menyampaikan, bahwa pihaknya melakukan review hasil ujituntas terutama soal risiko paling tinggi yang disampaikan Baker McKenzie dan mengakomodir dalam SPA.
"Tugas saya waktu itu adalah memastikan legal due diligence dengan baik, sempurna," kata Uki menambahkan.
Pada persidangan ini, para saksi ditanya soal SPA. Genades menyampaikan, pihaknya pertama kali menerima draft SPA pada 16 April 2009 dari pihak penjual IP Blok BMG. Draft tersebut dikaji oleh Baker McKenzie dan dilakukan beberapa revisi dari hasil negosiasi untuk mempertemukan keinginan penjual dan pembeli.
?"Dalam perjalannya dilakukan revisi-revisi milestone berikutnya itu 28 April itu karena di sana duduk bersaman dan itu dikoordinir tim MME dan dari fungsi keuangan sudah ada, teknis ada, dan sebagainya," katanya.
Cornelis menambahkan, semua pasal yang direvisi serta penambahannya tercatat dalam komputer dan hard copy SPA. "Jadi semua progres, tektok revisi antara seler dengan Pertamina atau antara lawyer itu semua ter-record, ada track changer-nya. Jadi ada tanda-tanda revisi di dokumen itu kelihatan sekali sebagai bukti, itu ada semua," katanya.
Cornelis menambahkan, "Itu berangkat ke drat dan Pertamina memberikan komentar 16 April, kemudian 17 Mei, Pertamina memberikan komenter, ada semua di sana. Masuk 19 Mei yang khususnya dewan komisaris, sudah diangkat dari pada Pasal 1313 dari SPA karena ada surat dari Anzon," ujarnya.
"Anzon melampirkan kontrak kami tanggal 15 di Australia, bahwasanya mereka meminta Pertamina untuk tidak memasukkan persetujuan internal dewan komisaris sebagai syarat tangguh atau conditional precedent dalam SPA. Jadi pergerakan proses drafting itu ada semua. Itu semua ter-record. Jadi bisa kelihatan, pasal-pasal mana yang kita ubah, pasal mana yang kita perkarakan, itu ada semua," ujarnya.
Sementara itu, terdakwa Karen usai sidang menyampaikan, bahwa seluruh organ di Pertamina (Persero) sudah menyampaikan bahwa surat persetujuan Dekom untuk akuisisi Blok BMG tanggal 30 April 2009 tidak bermakna ganda atau bersayap.
"Jadi surat tanggal 30 April itu persetujuan komisaris. Yang punya perbedaan persepsi per tanggal 30 itu kan komisaris, karena komisaris kan di dalam sidang sebelumnya tidak paham board manual," katanya.
Jika Humayun Bosha dan Umar Said selaku Dekom saat itu memahami board manual, maka tahu bahwa pertemuan informal antara dekom dengan direksi itu tidak mengikat. Umar Said dalam BAP pemeriksaanya oleh penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) juga telah menyampaikan.
"?Justru yang bilang bidding untuk latihan SDM itu pak Umar Said dan Humayun kepada saya. Lah, kok tiba-tiba kok saya yang disampaikan, bahwa saya yang bilang. Kan jadi sesuatu yang keliru," ujarnya.