Jayapura, Gatra.com - PT Inalum memberikan batas waktu hingga 21 Mei 2019, kepada Pemerintah Provinsi Papua dan Pemkab Mimika untuk menyelesaikan kisruh kedua belah pihak, terkait pembagian kepemilikan 10% saham Freeport Indonesia.
Usai penandatangan kesepakatan perjanjian bersama pengalihan saham dari Freeport kepada PT Inalum pada 21 Desember 2018, seharusnya Pemerintah Provinsi Papua sudah membentuk BUMD yang akan mengurusi soal saham 10%, bernama PT Papua Investasi Mandiri. Nyatanya hingga saat ini BUMD tersebut belum terbentuk.
Staf Khusus PT Inalum di Papua, Marinus Yaung menyebutkan sampai hari ini proses penyelesaian saham belum selesai dan terhambat, karena belum terbentuknya BUMD tersebut, sesuai dengan peraturan daerah nomor 7/2018.
”Antara Pemprov Papua dan Pemkab Mimika masih kisruh soal tarik ulur soal komposisi kepemilikan saham 10 % dan belum ada titik temu sampai hari ini,” jelas Marinus, Jumat (26/4).
Marinus menegaskan, jika hingga batas waktu sampai 6 bulan, usai penandatangan kesepakatan itu, belum juga ada titik temu antara kisruh Pemprov Papua dan Pemkab Mimika, maka dipastikan saham 10% akan diambil alih oleh konsorsium BUMN yang akan mengelolanya, dalam hal ini PT Inalum.
Untuk itu, Marinus minta kepada semua pihak, jika batas waktu yang sudah ditentukan usai dan pemerintah Papua belum mendirikan BUMD yang dimaksud, maka publik tidak mempolitisir dan menyudutkan pemerintah pusat dan Inalum, terkait terlambatnya proses penyerahan saham 10 % Freeport di Papua.
Untuk kisruh antara Pemprov Papua dan Pemkab Mimika juga telah dimediasi dua kali oleh pemerintah pusat, dalam hal ini Menteri Keuangan pada 14 Desember 2018 dan Kementerian Dalam Negeri pada 11 Januari 2019. Namun tetap tak ada titik temu.
Kabupaten Mimika pun telah mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo pada 12 Februari 2019 yang ditanda tangani oleh Bupati Mimika, Eltinus Omaleng yang isinya sangat tegas menolak komposisi saham yang diatur Pemprov Papua dalam peraturan pemerintah nomor 7/2018.
Dalam surat itu, kata Marinus, Pemkab Mimika hanya mengakui perjanjian induk yang ditandatangani oleh pemerintah pusat, Pemprov Papua dan Pemkab Mimika pada 12 Januari 2018 di Jakarta yang dilakukan di Kementrian Keuangan.
Dalam perjanjian induk itu terdapat kepemilihan saham 10% Freeport, diatur bahwa Pemprov Papua mendapatkan 3% dan Pemkab Mimika mendapatkan 7% dan ini yang menjadi dasar hukum Pemkab Mimika mempertahankan saham itu, ujarnya.
Padahal menurut Marinus, Presiden Joko Widodo dan menteri lainnya, telah bekerja serius selama 4 tahun, untuk mengambil saham mayoritas Freeport dan mengembalikannya kepada pemerintah Indonesia.
”Jangan salahkan Inalum atau pemerintah pusat juga, jika dianggap tak serius untuk mengurus rakyat Papua," ujarnya.