Home Politik KPK Periksa 6 Saksi untuk Kasus E-KTP

KPK Periksa 6 Saksi untuk Kasus E-KTP

Jakarta, Gatra.com - Enam orang saksi hari ini diagendakan diperiksa dalam kasus korupsi pengadaan Paket Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional (KTP Elektronik) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (26/4).

Empat orang saksi diantaranya merupakan pejabat atau karyawan dan mantan karyawan dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Pertama, Direktur Pengendalian Sumber Daya dan Perangkat Pos & Informatika, Dwi Handoko. Kapasitasnya diperiksa ketika menjabat selaku Kepala Bidang Sistem Informasi dan Komputasi BPPT.

Kemudian Staf Pusat Strategi Teknologi dan Audit Teknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Agus Nugroho Harjono; PNS/Fungsional Perekayasa pada Balai IPTEK net pada BPPT, Arief Sartono; dan PNS Perekayasa Madya IV A BPPT, Dwidharma Priyasta.

Baca Juga: KPK Periksa Dirut PT LEN Untuk Kasus E-KTP

Selain dari BPPT juga turut dipanggil karyawan PT Prima Integrasi Network dan pegawai PT Quadra Solution, Indra Kurnia Arifudin. Selain itu, pegawai PT Armoured Moilindo, pegawai PT Lautan Makmur Perkasa, dan pegawai PT Wijaya Kusuma Abadi, Melyanawati.

”Para saksi diperiksa untuk tersangka MN (Markus Nari),” ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah dalam keterangannya yang diterima Gatra.com.

Dalam kasus ini tersangka Markus merupakan mantan anggota Komisi II DPR RI dari fraksi Golkar. Ia sudah ditahan oleh lembaga anti rasuah sejak Senin (1/4) yang lalu.

Baca Juga: Korupsi e-KTP, Made Oka Masagung dan Irvanto Dihukum 10 Tahun Penjara

Markus diduga melakukan perbuatan melawan hukum bersama-sama sejumlah pihak terkait pengadaan proyek e-KTP di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sehingga merugikan keuangan negara sejumlah Rp2,3 triliun.

KPK mengatakan pada 2012, saat dilakukan proses pembahasan anggaran untuk perpanjangan proyek e-KTP sekitar Rp1,4 triliun. Markus diduga meminta uang kepada pejabat Kemendagri Irman sebanyak Rp5 miliar. Markus menerima sekitar Rp4 miliar dari realisasi tersebut. Irman sendiri sekarang sudah berstatus sebagai terpidana pada kasus yang sama.

Atas perbuatan tersebut, KPK menyangka Markus Nari melanggar Pasal 3 atau 2 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

 

1128