Washington D.C, Gatra.com - Pertemuan antara pimpinan Korea Utara (Korut), Kim Jong Un dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin pada Rabu kemarin (24/4) dianggap sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan tekanan pada sanksi ekonomi Amerika Serikat (AS) terhadap Korut.
Dua pejabat AS yang menolak disebutkan namanya mengatakan terdapat strategi yang kurang koheren dalam Administrasi Trump untuk menghilangkan ancaman nuklir Korea Utara terhadap Korea Selatan, Jepang, serta pasukan AS yang berbasis di kawasan itu.
Keduanya menambahkan, Presiden AS, Donald Trump selama ini memiliki pola buruk yang sama, yaitu bertindak sebagai negosiator langsung AS, mengeluarkan tuntutan dan ancaman ekstrem, dan sengaja menyebabkan kebingungan pada bawahannya dan di Kongres AS tentang apa saja tujuannya.
"Kim Jong Un jelas masih berharap untuk menarik Donald Trump kembali ke KTT lain dengan harapan bahwa ia bisa mendapatkan versi dari kesepakatan yang ditawarkan di Hanoi," ucap Peneliti Korea di Universitas Stanford, Daniel Sneider seperti dilansir dari Time.com, kamis (25/4).
"Dan Trump sendiri belum menutup pintu negosiasi sepenuhnya, jadi ada alasan bagi mereka untuk berharap suatu pertemuan bisa terjadi, terutama di akhir tahun ketika kampanye pemilihan umum semakin memanas," tambahnya.
Namun kemudian, muncul anggapan dari kalangan pengamat bahwa keadaan di Korut tidak seperti Administrasi Trump, di mana tidak ada kebingungan tentang siapa yang membuat semua keputusan. Dan sekarang ini semakin banyak bukti bahwa Kim mengikuti pola yang dibuat dengan hati-hati, didukung oleh Tiongkok, sekutu terpenting Korut, dalam berupaya untuk bergerak melampaui KTT yang gagal dengan Trump di Hanoi.