Jakarta, Gatra.com - Ketua Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Yunus Husein menjelaskan, perampasan aset tersangka koruptor bukanlah tindakan yang melanggar hak asasi manusia (HAM). Sebelumnya, perampasan aset tersangka tipikor menjadi polemik karena dianggap pelanggaran HAM. Namun, menurutnya, pelaku tindak pidana korupsi tidak berhak atas asetnya tersebut.
'Kemungkinan pelanggaran HAM tidak terlalu banyak, karena negara berperkara dengan harta bukan dengan orangnya," ujar Yunus dalam diskusi 'Penjelasan Hukum Tentang Perampasan Aset Tanpa Pemidanaan Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi' di Hotel Ashley, Jakarta Pusat, Kamis (25/4).
Yunus beralasan koruptor tidak memiliki hak atas aset yang diperolehnya dengan cara korupsi. Menururnya koruptor telah mencemarkan aset negara dan pantas untuk diambil asetnya.
"Aset negara dianggap sebagai aset pribadi. Koruptor tidak berhak dengan hasil korupsinya. Kita mengejar aset bukan mengejar orang, asetnya yang tercemar," tuturnya.
Sementara, Hakim Agung Kamar Pidana Mahkamah Agung (MA), Surya Jaya menjelaskan harta atau aset yang berhak untuk dirampas adalah harta dari hasil korupsi, tidak harta secara keseluruhan.
"Asal usul harta itu harus dilihat, jadi mulainya di sana. Kalau kejahatannya dimulai tahun 2000 hartanya dibeli 1997 nggak bisa (dirampas)," ujarnya.
Reporter: ZALDI