Home Politik Saksi Ahli Bahasa dalam Sidang Ratna: Perbedaan Pendapat di Medsos Juga Keonaran

Saksi Ahli Bahasa dalam Sidang Ratna: Perbedaan Pendapat di Medsos Juga Keonaran

Jakarta, Gatra.com - Dalam persidangan Ratna Sarumpaet di PN Jakarta Selatan, Kamis (25/04) ini, dihadirkan beberapa saksi ahli. Salah satunya adalah ahli filsafat bahasa dari Universitas Nasional, Wahyu Wibowo.

Ketika ditanya oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengenai maksud dari kata onar dan keonaran, Wahyu menjelaskan bahwa kata tersebut memiliki makna yang berbeda.

"Onar itu gaduh, keonaran dari fakta kamus berarti keributan," jelasnya di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Wahyu juga menjelaskan bahwa tindak keonaran bukan hanya dalam bentuk fisik. Namun, juga terjadi ketika ada perbedaan pendapat pro maupun kontra, salah satunya adalah yang berada di media sosial.

"Dalam konteks tersebut, keributan tidak harus keributan secara fisik onar bisa membuat gaduh, orang yang heran bertanya tanya itu juga onar, perbedaan pendapat itu bentuk keonaran di dalam sebuah media sosial, karena tidak selalu berujung dan muncul lagi hal yang baru itu adalah ciri-ciri dari media sosial, selalu begitu," tambah dia.

Keonaran yang terjadi di media sosial seperti Facebook atau Instagram disebabkan karena tidak adanya peraturan yang mengatur penyebarluasan informasi yang tidak valid. Maka dari itu, hal tersebut dapat menyebabkan penyebaran hoaks dan penyebarluasan kebencian yang mampu menggiring opini masyarakat.

Di dalam persidangan sebelumnya, saksi fakta Rocky Gerung menyebutkan bahwa berita hoaks yang disebarkan Ratna menimbulkan pro dan kontra, khususnya di media sosial. Bahkan, Rocky menyebut tindakan tersebut merupakan bentuk kegaduhan.

"Ya karena seluruh aktivitas berpikir, aktivitas empati, aktivitas simpati atau antipati itu lebih banyak beroperasi di dunia maya daripada di dunia real karena orang hanya akses keadaan melalui dunia maya," jawab Rocky.

Dalam kasus tersebut, Ratna didakwa dengan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana. Jaksa juga mendakwa Ratna dengan Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

530