Jakarta, Gatra.com - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menghukum atau memvonis mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar, Idrus Marham 3 tahun penjara dan membayar denda Rp150 juta subsider 2 bulan kurungan karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Idrus Marham telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama," kata Ketua Majelis Hakim Yanto membacakan Amar Putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (23/4).
Idrus dinyatakan terbukti bersama-sama mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih menerima suap Rp2,250 miliar dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo. Uang suap itu untuk membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.
Proyek itu sebetulnya akan dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd (CHEC). CHEC merupakan perusahaan asing yang dibawa Kotjo dalam proyek ini.
Menurut hakim, Idrus ikut aktif memperjuangkan Eni Maulana Saragih untuk mendapatkan uang dari Johannes Kotjo, meskipun terdakwa memang belum ada bukti ada aliran dana yang diterima secara pribadi akan tetapi peran Idrus Marham sudah terlihat jelas yang tidak dapat dipungkiri.
Sebelum menjatuhkan vonis, majelis mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan bagi Idrus. Menurut majelis, perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah yang sedang gencar-gencarnya memberantas korupsi. Kemudian, Idrus hingga akhir sidang juga tidak mengakui perbuatannya.
Sementara hal yang meringankannya, terdakwa Idrus kata hakim, berlaku sopan di persidangan dan tidak menikmati hasil korupsi. Selain itu, Idrus juga belum pernah dijatuhi hukuman penjara.
Majelis menyatakan terdakwa Idrus Marham melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Atas putusan tersebut, Idrus Marham mengatakan akan pikir-pikir selama tujuh hari untuk menentukan apakah menerima putusan atau melakukan banding. Begitupun jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memanfaatkan waktu tujuh hari untuk pikir-pikir.